TANGGAMUS – Program nasional Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai penyelamat gizi pelajar dari tingkat TK hingga SMA, justru menuai sorotan tajam di Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus. Harapan orang tua akan menu sehat dan layak, berujung pada paket “cemal-cemil” yang dinilai jauh dari kata bergizi.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, siswa penerima MBG dari dapur SPPI Wonosobo hanya mendapatkan satu buah naga (yang kondisinya nyaris busuk), satu bungkus roti tawar, dua kotak susu plastik berukuran sekitar 100 mililiter, serta satu bungkus kecil keju. Ironisnya, paket tersebut disebut sebagai jatah asupan gizi untuk satu minggu penuh.
Alih-alih menunjang pertumbuhan anak, menu tersebut justru memancing pertanyaan, ini program gizi atau sekadar isi tas belanja minimarket?
Wahyu, salah satu wali murid SDN 1 Soponyono, tak menutupi kekecewaannya.
“Kalau ini disebut makanan bergizi, rasanya terlalu dipaksakan, Bang. Buah naganya saja sudah mau busuk. Apa iya menu seperti ini cukup untuk asupan gizi anak-anak selama seminggu?” ujarnya dengan nada geram.
Ia menambahkan, penyaluran dilakukan dengan alasan anak-anak sedang libur sekolah, sehingga makanan diberikan sekaligus untuk jatah satu minggu. Namun menurutnya, libur bukan berarti standar gizi ikut cuti.
“Anak-anak libur, tapi kebutuhan gizinya tetap jalan. Jangan karena libur, makanannya jadi asal lewat,” sindir Wahyu.
Kondisi ini membuat para orang tua menilai program MBG di wilayah tersebut terkesan asal jalan, jauh dari semangat pemerintah pusat yang menjanjikan perbaikan kualitas gizi pelajar. Bahkan, muncul dugaan program ini justru dijadikan ladang ‘mengutip untung’ oleh oknum tertentu.
“Kalau begini caranya, MBG ini bukan Makanan Bergizi Gratis, tapi Makanan Bikin Geram,” celetuk salah satu wali murid.
Para orang tua murid mendesak instansi terkait dan aparat penegak hukum untuk turun tangan, melakukan pengawasan ketat, dan memastikan program berjalan sesuai tujuan. Mereka menegaskan, jangan sampai anak-anak menjadi korban dari pengelolaan yang serampangan.
“Yang kami minta sederhana, jalankan program sesuai aturan. Jangan korbankan hak gizi anak demi keuntungan sekelompok orang,” tegas Wahyu.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pengelola dapur SPPI dan instansi terkait belum memberikan klarifikasi resmi. Publik kini menunggu, apakah program unggulan ini akan diperbaiki, atau terus berjalan dengan menu yang lebih cocok disebut bekal darurat, bukan asupan gizi. ***













