KOTA BEKASI — Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) memadati kawasan Kantor Wali Kota Bekasi, Selasa (30/12/2025).
Gedung pemerintahan itu dijadikan titik kumpul sebelum massa bergerak menuju Istana Negara, Jakarta, untuk menyampaikan protes atas kebijakan upah yang dinilai timpang dan mengabaikan suara daerah.
Ironisnya, aksi ini terjadi di Kota Bekasi wilayah yang baru saja ditetapkan Gubernur Jawa Barat sebagai daerah dengan Upah Minimum tertinggi di Jawa Barat, bahkan disebut-sebut tertinggi secara nasional. Namun bagi buruh, angka besar di atas kertas tak selalu sejalan dengan rasa keadilan di lapangan.
Pengurus PC FSPMI Kota Bekasi, Budi Lahmudi, mengatakan Kantor Wali Kota dipilih sebagai lokasi konsolidasi karena menjadi titik temu buruh dari Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi sebelum bergabung dengan massa dari berbagai daerah lainnya.
“Kami masih menunggu rekan-rekan buruh dari Kota dan Kabupaten Bekasi untuk bergabung. Setelah itu, kami bergerak bersama ke Istana Negara,” ujar Budi di sela-sela aksi.
Dalam demonstrasi tersebut, FSPMI secara tegas menuntut Presiden Prabowo Subianto agar segera memerintahkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk merevisi Surat Keputusan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) yang dinilai menyimpang dari kesepakatan daerah.
Perwakilan FSPMI lainnya, Nurahmudi, menilai keputusan gubernur justru memotong hasil perundingan panjang yang telah disepakati di tingkat kota dan kabupaten.
“Dari sekitar 70 rekomendasi UMSK yang diajukan daerah, hanya lima sektor yang ditetapkan dalam SK gubernur. Ini bukan sekadar pemangkasan, tapi pengabaian terhadap proses dialog,” tegasnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut memperlihatkan jarak yang semakin lebar antara pengambil keputusan dan realitas buruh di lapangan. Rekomendasi yang lahir dari forum tripartit daerah seolah gugur di meja birokrasi provinsi.
FSPMI memperkirakan gelombang aksi di Istana Negara akan diikuti oleh sekitar 20 ribu kendaraan bermotor dari berbagai wilayah di Jawa Barat.
Massa disebut bergerak melalui tujuh arus utama, di antaranya dari Cirebon, Majalengka, Karawang, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, serta sejumlah daerah industri lainnya.
“Tujuh arus pergerakan massa ini menunjukkan bahwa persoalan UMSK bukan masalah satu daerah, melainkan keresahan kolektif buruh Jawa Barat,” jelas Budi.
FSPMI menegaskan, aksi ini merupakan bentuk perlawanan terbuka terhadap kebijakan pengupahan yang dinilai merugikan buruh dan menggerus prinsip keadilan sektoral.
Mereka mendesak pemerintah pusat dan provinsi untuk tidak sekadar merayakan angka upah tertinggi, tetapi memastikan kebijakan tersebut benar-benar berpihak pada kesejahteraan pekerja.***













