KOTA BEKASI – Busa putih kembali menari di aliran Kali Bekasi. Fenomena yang nyaris menjadi “tamu langganan” ini lagi-lagi muncul pascahujan dan momentum libur panjang, memantik kekhawatiran publik akan kualitas lingkungan perairan yang kian memprihatinkan.
Sungai yang seharusnya menjadi urat nadi kehidupan justru berulang kali memamerkan gejala pencemaran. Merespons sorotan masyarakat, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi bergerak melakukan susur sungai pada Minggu (29/12/2025).
Kegiatan ini melibatkan Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas (KP2C), komunitas yang selama ini konsisten menjadi “mata dan telinga” kondisi sungai di wilayah Bekasi dan sekitarnya.
Susur sungai dilakukan untuk menelisik kondisi fisik air, menandai titik-titik yang berpotensi menjadi sumber pencemar, serta menghimpun data lapangan sebagai dasar langkah lanjutan.
Kolaborasi ini dinilai krusial, mengingat aliran Kali Bekasi merupakan sungai lintas wilayah yang beban pencemarannya tak mengenal batas administratif.
Kepala DLH Kota Bekasi, Kiswatiningsih, menegaskan bahwa fenomena busa tidak boleh dipandang sebagai kejadian musiman yang dibiarkan berlalu begitu saja.
“Fenomena busa di Kali Bekasi ini tidak bisa dianggap sepele. Kami turun langsung untuk memastikan kondisi di lapangan, mengidentifikasi kemungkinan sumber pencemar, dan menyiapkan langkah cepat serta terukur sesuai kewenangan,” ujarnya.
Di sisi lain, hasil pemantauan awal KP2C menunjukkan bahwa teka-teki pencemar belum sepenuhnya terpecahkan. Ketua KP2C, Puarman, menyebutkan bahwa hingga penelusuran dilakukan, belum ditemukan indikasi sumber pencemar di aliran Kali Cileungsi.
“Dari hasil susur hari ini, kami belum menemukan sumber pencemar di Kali Cileungsi. Namun penelusuran tidak berhenti di sini. Kami akan terus mendalami, termasuk menggali informasi dari warga di sepanjang bantaran sungai,” kata Puarman.
Temuan tersebut justru mempertegas satu hal, busa tak muncul dengan sendirinya. Ada jejak aktivitas manusia yang masih samar, tersembunyi di hulu atau terselip di balik aliran anak sungai dan saluran pembuangan yang luput dari pengawasan.
DLH Kota Bekasi memastikan akan memperluas koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat sebagai bagian dari pengawasan terpadu sungai lintas daerah.
Setiap indikasi pencemaran, baik yang bersumber dari aktivitas domestik maupun industri, disebut akan ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan.
Tak lupa, DLH kembali mengingatkan masyarakat dan pelaku usaha imbauan yang nyaris rutin terdengar setiap kali busa muncul.
“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat dan pelaku usaha untuk tidak membuang limbah ke badan air dan mematuhi ketentuan pengelolaan lingkungan. Sungai adalah sumber kehidupan yang harus dijaga bersama,” tegas Kiswatiningsih.
Fenomena busa di Kali Bekasi menjadi pengingat bahwa menjaga kualitas sungai bukan semata urusan pemerintah, melainkan tanggung jawab kolektif. Regulasi, pengawasan, dan penegakan hukum tak akan berarti tanpa perubahan perilaku masyarakat serta kepatuhan pelaku usaha dalam mengelola limbahnya.
Jika tidak, busa akan terus muncul datang dan pergi sementara sungai perlahan kehilangan fungsinya, dan publik hanya bisa kembali bertanya: dari mana asalnya, dan sampai kapan ini dibiarkan? ***













