KOTA BEKASI – Pembahasan Addendum dalam rapat evaluasi di ruang kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disdagprin) Kota Bekasi menuai protes dari aktivis Nanda Ginanjar.
Dia menganggap pemerintah belum menunjukkan keseriusannya dalam menyelesaikan revitalisasi pasar Kranji Baru yang selama lima tahun terbengkalai, tanpa kejelasan.
Hal tersebut setelah Pemkot Bekasi menggelar rapat evaluasi proyek revitalisasi Pasar Kranji di ruang rapat Disdagperin Kota Bekasi pada Rabu (19/3/2025). Namun dianggap menyimpang dari prioritas karena fokus pada addendum
“Rapat evaluasi itu terfokus pada addendum perjanjian kerja sama (PKS) pengembang baru yakni PT Era Global Cipta (EGC) yang berkolaborasi dengan PT Annisa Bintang Blitar (ABB) sebagai pengembang revitalisasi Pasar Kranji,”tegas Nanda melalui rilis resminya Rabu 19 Maret 2025.
Padahal jelas dia, pengembang lama dalam hal ini PT ABB jelas bermasalah dan tidak mampu menyelesaikan segala kewajibannya hingga membuat ravitalisasi terbengkalai dan ribuan pedagang merana.
Menurutnya sikap Disdagprin Kota Bekasi akan menjadi kerikil bagi program kejar tayang 100 hari kerja pimpinan baru. Seharusnya Pemkot Bekasi lebih mengoptimalkan dan menagih kewajiban pengembang, bukan malah berfokus pada addendum.
“Rapat evaluasi yang digelar di Disdagprin itu substansi justru menyimpang dari prioritas utama penyelesaian kewajiban PT ABB,”tegas dia menyebut apa lagi direktur PT ABB saat ini dalam masalah hukum.
Dia menilai dalam rapat evaluasi yang digelar tersebut seakan mengistimewakan pengembang yang diduga telah terbukti tidak mampu melaksanakan revitalisasi bahkan meninggalkan banyak permasalahan.
Berdasarkan data yang dimilikinya, pengembang revitalisasi pasar masih memiliki kewajiban kompensasi senilai lebih dari Rp4 miliar yang hingga kini belum diselesaikan.
Dikatakan pemerintah sangat paham soal kompensasi tersebut. Seharusnya mereka menekan pengembang untuk melunasi kewajibannya terlebih dahulu, bukan malah terburu-buru menyetujui addendum.
Ia juga menuding adanya potensi kolusi dalam proyek ini, mengingat ada oknum mantan pejabat Pemkot Bekasi yang diduga berada di belakang pengembang baru.
Selain itu, Nanda mengungkapkan bahwa pengembang baru, PT EGC yang berkolaborasi dengan PT ABB, telah memulai aktivitas pekerjaan fisik meski masih memiliki kewajiban yang belum dipenuhi.
“Anehnya, pengembang baru ini baru menyelesaikan kewajiban sekitar Rp2 miliar, masih ada kekurangan yang harus dibayar. Jika Pemkot Bekasi ingin menguji keseriusan pengembang, seharusnya jangan terburu-buru masuk ke tahap addendum,” katanya.***