Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Tom Lembang, terpidana korupsi. Kasus impor gula.
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara. Beserta denda Rp 750 juta (subsider 6 bulan kurungan). Ia diberi Abolisi oleh Presiden Prabowo.
Hasto, Sekjen PDIP dijerat KPK. Atas kasus suap pemilu. Masuk kategori korupsi. Ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Di vonis 3,5 tahun penjara oleh pengadilan. Diberi Amnesti oleh Presiden Prabowo.
Apa itu Abolisi dan Amnesti?.
Abolisi: penghapusan proses hukum pidana terhadap seseorang. Sebelum proses pengadilan selesai. Abolisi menghentikan penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan.
Syarat Abolisi: ada proses hukum belum selesai (penyidikan/penuntutan). Ada alasan politik, kemanusiaan, atau kepentingan nasional.
Diberikan Presiden dengan pertimbangan DPR. Tidak menghapus peristiwa pidana. Akan tetapi menghentikan proses hukumnya
Amnesti adalah penghapusan hukuman pidana terhadap sekelompok orang atau individu oleh Presiden. Atas tindak pidana tertentu yang lazim terkait politik.
Contoh: Amnesti tahanan politik, pelaku makar yang menyerahkan diri. Juga untuk pengampunan pelanggaran pajak.
Syarat Amnesti: (1) ada perbuatan pidana (umumnya politik), (2) diajukan atau dipertimbangkan atas dasar rekonsiliasi atau kepentingan nasional, (3) diperlukan persetujuan DPR, (4) diberikan sebelum atau sesudah proses peradilan.
Dasar hukum keduanya sama. Merujuk Pasal 14 UUD 1945 ayat (2): “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.”
Perbedaan Abolisi-Amnesti.
Waktu: Abolisi biasanya sebelum putusan pengadilan. Amnesti: bisa sebelum/sesudah proses hukum. Efek hukum: Abolisi menghapus proses hukum. Amnesti: menghapus pemidanaan.
Subyek: Abolisi bisa kasus pidana umum tertentu. Amnesti: biasanya pidana politik atau massal. Pemberi: Abolisi maupun Amnesti sama-sama diberikan presiden (dengan pertimbangan DPR).
Kita tidak berbicara teknis hukumnya. Banyak mazdhab. Banyak Varian. Kita bicara politik kekuasaan dan politik hukumnya saja.
Tom Lembong maupun Hasto terjerat kasus korupsi. Terpidana korupsi.
Pasal 14 UUD 1945 tidak membatasi Amnesti dan Abolisi hanya untuk kejahatan politik. Akan tetapi praktik di negara demokrasi, korupsi hampir selalu dikecualikan.
Korupsi bukan kejahatan politik. Melainkan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Amnesti dan Abolisi secara etik dan moral tidak semestinya diberikan kepada pelaku korupsi.
Pemberian Abolisi-Amnesti terhadap terpidana korupsi bisa menjadi preseden buruk. Ketika presiden memberi pengampunan kepada koruptor, itu menjadi yurisprudensi buruk. Melemahkan KPK, dan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Bisa diartikan: intervensi kekuasaan eksekutif terhadap proses peradilan.
DPR ikut bertanggung jawab. Amnesti dan Abolisi memerlukan persetujuan DPR. Artinya ikut meloloskan pemberian pengampunan terhadap koruptor.
DPR merupakan lembaga politik, maka putusan pemberian Amnesti dan Abolisi dipenuhi konflik kepentingan politik.
Pemberian Abolisi-Amnesti terhadap terpidana korupsi merupakan pelanggaran Prinsip Antikorupsi (UNCAC). Indonesia peserta United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Memberi pengampunan pada koruptor bertentangan dengan semangat konvensi ini, yang menekankan pada deterrence (efek jera) dan transparansi proses hukum.
Kejanggalan itu bisa mencuatkan beragam analisis konspiratif. Abolisi dan Amnesti merupakan cara rezim berkuasa “membeli” oposisi. Terlepas langkah itu tidak sejalan spirit pemberantasan korupsi.
Pilpres 2024 menyisakan dua residu oposisi besar. PDIP dan pendukung Anies Baswedan.
PDIP tidak mengambil oposisi penuh sebagaimana era Presiden SBY. Sekjen PDIP terbelit kasus hukum (suap pemilu). Bisa memicu kemarahan publik. PDIP bisa disudutkan sebagaimana rezim orde baru berakhir. Menjadi oposisi penuh akan mempercepat keruntuhan PDIP.
Semua kegagalan rezim sebelum Presiden Prabowo ditimpakan kepada Presiden Jokowi. Disebutnya sebagai “pekerja partai” pengkhianat. PDIP tetap bersih dalam pandangan publik. Mantan pekerja pertainya itu berada dalam sayap rezim Presiden Prabowo dalam porsi cukup besar. PDIP membidik secara kuat sayap penopang rezim Presiden Prabowo itu.
Tom Lembong, bisa dikatakan “otak kreatif” dan “otak anggaran” gerakan politik Anies Baswedan. Ia terjerat kasus hukum. Korupsi: impor gula. Jika tidak selamat, maka gerakan politiknya akan runtuh. Tidak punya energi.
Sejalan dengan strategi PDIP, kelompok ini (Tom Lembong) membidik kuat-kuat presiden Jokowi. Termasuk dalam isu ijazah palsu.
Perlawanan membidik Presiden Jokowi itu diakhiri oleh Presiden Prabowo. Abolisi dan Amnesti, menjadikan taji oposisi PDIP dan Tom Lembong tumpul. Mustahil akan melupakan jasa Presiden Prabowo itu.
Satu dekade rezim presiden Prabowo sudah tergambar. Hanya keputusan Tuhan yang bisa mengubahnya.
• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)