BEKASI – Aliansi Masyarakat Sipil (AMS) Kota Bekasi kembali turun ke jalan, menuntut DPRD Kota Bekasi menyatakan sikap menolak sejumlah undang-undang dan rancangan undang-undang yang dianggap bermasalah, Rabu (16/4/2025).
Dalam aksi yang berlangsung damai tersebut, massa menyoroti UU TNI, RUU Polri, UU KUHP, dan RUU Kejaksaan.
Salah seorang demonstran, Abdul Malik Ibrahim, mengatakan aksi itu ditujukan untuk mendesak DPRD mengeluarkan rekomendasi resmi kepada DPR RI dalam bentuk pakta integritas dan pernyataan politik.
“Kita minta mereka dorong penolakan dan revisi terhadap UU dan RUU yang berpolemik. Hari ini kita temui perwakilan DPRD, yakni Ketua Komisi II. Dia bersedia menyampaikan rekomendasi beserta narasi ilmiah yang kami buat,” kata Malik, usai berdemonstrasi.
Aksi ini disebut sebagai gelombang kedua dan kemungkinan akan berlanjut.
“Kalau belum dibatalkan, kita akan terus turun,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PKS, Latu Har Hary, dalam keterangannya mengungkapkan bahwa lembaganya terbuka terhadap aspirasi warga.
Ia menyebut demonstran menyampaikan tiga poin tuntutan: Komitmen mewakili suara rakyat, agar anggota dewan bekerja tanpa campur tangan kepentingan pribadi atau golongan.
Kedua, transparansi pembahasan RUU, agar DPRD mendorong keterbukaan dalam proses legislasi RUU yang dinilai bisa melemahkan demokrasi.
Dan ketiga, Kesediaan mundur jika melanggar prinsip demokrasi, sehingga anggota DPRD harus menyatakan kesiapan mundur jika terbukti ikut melemahkan reformasi.
“Kami tetap berkewajiban menerima dan meneruskan aspirasi masyarakat, meskipun kewenangan ada di DPR RI,” ujar Latu.
Namun ia mengingatkan agar demonstrasi dilakukan secara damai dan tidak anarkis.
Diketahui, UU TNi, UU KUHP, RUU Polri, dan RUU Kejaksaan masih mendapatkan banyak penolakan di sejumlah daerah di Indonesia, baik melalui demonstrasi turun ke jalan, hingga melalui narasi-narasi kritik melalui media sosial***