TANGGAMUS – Anggaran publikasi Sekretariat DPRD Kabupaten Tanggamus tahun 2025 senilai Rp6,7 miliar menjadi sorotan setelah muncul dugaan pembagian advertorial yang tidak transparan dan timpang.
Sejumlah media disebut menerima alokasi ratusan juta rupiah, sementara media lokal hanya kebagian porsi minimalis, memunculkan kecurigaan adanya praktik pengelolaan anggaran yang tidak profesional.
Sorotan menguat setelah Forum Bersama Komunitas Pers (FBKOP) menggelar hearing dengan DPRD Tanggamus pada 15 Desember 2025. Dalam forum tersebut, sejumlah pejabat terkait hadir, namun dinilai tidak mampu menjelaskan secara terbuka dan terukur mekanisme distribusi anggaran publikasi.
Situasi ini mendorong penghentian total sisa anggaran sebesar Rp5,5 miliar, sebuah langkah yang dipandang sebagai rem darurat untuk mencegah potensi persoalan hukum dan kerugian negara.
Dalam hearing tersebut, FBKOP menilai tidak ada indikator objektif yang digunakan dalam menentukan media penerima advertorial. Tidak dijelaskan apakah berbasis oplah, jangkauan pembaca, trafik digital, atau evaluasi kinerja publikasi.
“Jika ini belanja publikasi, maka ukuran profesional harus jelas. Kalau tidak, publik berhak curiga,” ujar salah satu perwakilan komunitas pers.
Kondisi tersebut dinilai berpotensi bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.
Menanggapi sorotan tersebut, pihak Sekretariat DPRD Tanggamus menyatakan bahwa seluruh proses pengelolaan anggaran publikasi telah berjalan sesuai mekanisme internal dan aturan yang berlaku.
“Kami tidak memiliki niat mendiskriminasi media mana pun. Semua dilakukan sesuai prosedur administrasi,” ujar salah satu pejabat Sekretariat DPRD saat hearing, meski belum merinci kriteria penetapan media penerima anggaran.
Sementara itu, DPRD Tanggamus menyatakan terbuka terhadap evaluasi dan pengawasan. Penghentian sisa anggaran disebut sebagai langkah kehati-hatian agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
FBKOP menegaskan bahwa penghentian anggaran bukan akhir persoalan. Pengawasan ketat tetap diperlukan, terutama pada tahapan administrasi di ULP/LPSE.
“Sekecil apa pun pergerakan anggaran harus diawasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan, persoalan sering muncul justru di fase akhir,” kata Rapik Junaidi, perwakilan FBKOP.***











