Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Aparat Penegak Hukum (APH) terdiri dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Republik Indonesia (Kejaksaan), dan lembaga peradilan (hakim) memegang peran vital dalam menjaga supremasi hukum, melindungi hak warga negara, serta memastikan stabilitas nasional. Namun, di tengah tuntutan reformasi kelembagaan dan integritas publik, mekanisme rekrutmen dan promosi APH masih menyisakan persoalan mendasar.
Sistem yang ada cenderung tertutup, hierarkis, dan tidak sepenuhnya berbasis meritokrasi. Di sinilah gagasan Integrated Career Scoring System (ICSS) menjadi relevan: sebuah inovasi sistemik yang mengintegrasikan penilaian karier berbasis skor, data digital, dan transparansi publik untuk memperkuat profesionalisme dan akuntabilitas APH.
Potret Rekrutmen dan Promosi APH Saat Ini
1. Kepolisian Republik Indonesia
Promosi anggota Polri masih dominan dipengaruhi senioritas dan durasi pengabdian, bukan sepenuhnya oleh prestasi dan integritas. Walaupun rekrutmen dan penugasan awal berlandaskan prinsip “BETAH” (Bersih, Transparan, Akuntabel, Humanis), praktiknya penilaian berbasis kinerja belum terintegrasi secara digital.
Intervensi politik dan patronase jabatan masih berpotensi menggerus objektivitas promosi.
2. Kejaksaan Republik Indonesia
Seleksi dan promosi jaksa umumnya dilakukan secara internal. Penilaian berbasis kompetensi dan integritas belum disusun dalam sistem skoring yang transparan. Akibatnya, penempatan dan promosi sering kali tidak sejalan dengan kebutuhan strategis wilayah, melainkan dipengaruhi relasi struktural dan persepsi subjektif pimpinan.
3. Kehakiman / Pengadilan
Seleksi calon hakim telah menggunakan CAT (Computer Assisted Test) yang menilai kompetensi dan integritas. Namun, promosi dan rotasi hakim tetap banyak bergantung pada senioritas dan masa kerja, bukan pada indikator kinerja terukur.
Kondisi ini memperparah krisis kekurangan hakim lebih dari 18.000 posisi kosong menandakan bahwa sistem karier belum adaptif terhadap kebutuhan riil peradilan.
Kelemahan Fundamental Sistem Promosi APH
- Kurang berbasis merit. Prestasi dan integritas belum menjadi parameter utama promosi.
- Minim transparansi. Publik tidak memiliki akses untuk menilai objektivitas proses promosi.
- Data karier terfragmentasi. Tidak ada basis data terintegrasi lintas lembaga APH.
- Penempatan tidak adaptif. Promosi dan mutasi sering tidak sejalan dengan kebutuhan organisasi dan wilayah.
Dampaknya mencakup:












