KOTA BEKASI – Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi, Arif Rahman Hakim (ARH), memberi klarifikasi resmi terkait kejadian heboh yang telah dilaporkan koleganya, Ahmadi alias Madong dari Fraksi PKB ke polisi dikatakan lebih tepatnya topi yang diduga “ditoyor”.
ARH menegaskan, tuduhan “toyor kepala” itu terlalu dilebih-lebihkan. “Saya towel topinya, bukan toyor kepala. Jujur, saya juga enggak tahu definisi resmi toyor itu apa. Kalau cuma topi yang geser, itu paling pasal fashion malfunction, bukan penganiayaan,” sindir ARH.
Menurut ARH, keributan bermula saat rapat Banggar bersama OPD, Senin (22/9/2025), yang membahas rencana APBD 2026 senilai Rp6,8 triliun. Sebagai Ketua Komisi III yang membidangi pendapatan, ARH mengusulkan angka Rp2,8 miliar untuk pos tertentu. Ia juga menyinggung soal dana transfer pusat yang menurun, dari Rp9 triliun menjadi Rp6 triliun.
“Ini kan fakta yang saya sampaikan berdasarkan data. Kalau ada perbedaan, ya biasa lah. Namanya juga rapat Banggar. Tapi Bang Madong malah bantah dengan nada tinggi, kayak lagi orasi politik. Padahal kita lagi rapat bareng OPD, bukan bikin konten YouTube,” kata ARH.
ARH mengaku tersinggung karena, selain berdebat dengan suara keras, Ahmadi juga sempat merekam untuk kepentingan konten. “Saya tegur baik-baik, dia malah ketawa-ketawa. Ya wajar lah kalau saya samperin. Itu pun saya cuma nyenggol topinya. Bukan palu sidang yang kena kepalanya,” tambahnya.
“Ketua Dewan Menghilang, Sekda Jadi Wasit”
Saat suasana memanas, ARH menyebut Ketua DPRD malah menghilang. “Enggak ada. Saya lihat malah pergi. Justru Pak Sekda yang ikut melerai. Jadi jangan bilang ini insiden kecil tanpa saksi. Saksi malah bejibun,” katanya.
Menurut ARH, gesekan itu pun terjadi setelah rapat berakhir. “Bukan saat interupsi. Jadi tidak ada pemutusan rapat. Setelah selesai, baru saya tegur. Nah, di situlah tensi naik,” jelasnya.
ARH juga menyindir pimpinan DPRD yang dinilainya sering “lempar bola panas” tanpa memberi keputusan final dalam rapat Banggar. “Setiap rapat selalu dilempar bola panas, tapi enggak pernah ditutup. Jadi ya, kita debat terus. Kalau begini, rakyat bisa mikir kita ini rapat serius atau main futsal pakai bola panas,” ucapnya.
Dikatakannya meski Badan Kehormatan (BK) DPRD sudah turun tangan untuk mediasi, Ahmadi tetap melanjutkan laporan ke Polres Metro Bekasi Kota. ARH pun menanggapi santai.
“Kalau maaf, silakan. Tapi kalau hukum berlanjut, ya kita taat hukum saja. Cuma saya tanya balik: bukti penganiayaan mana? Visum enggak ada. Kalau sekadar topi geser, ya jangan sampai bikin drama series lah. Rakyat Bekasi enggak butuh DPRD sinetron, mereka butuh DPRD kerja,” tegasnya.***