TANGGAMUS — Aula Sekretariat Daerah Tanggamus mendadak berubah jadi forum diskusi semi formal nan sarat kepentingan pada Senin, 4 Agustus 2025. Bupati Tanggamus, Moh. Saleh Asnawi, membuka pintu lebar-lebar (secara simbolis dan literal) untuk audiensi bersama para ketua organisasi wartawan dan awak media lokal.
Mengambil tema utama, membina sinergi antara pemerintah daerah dan media, meski aroma pertukaran harapan dan uneg-uneg lebih kuat daripada sekadar temu ramah biasa.
Didampingi oleh para pejabat penting yang duduk sopan bak di ruang sidang skripsi, Bupati menyampaikan bahwa jurnalis adalah sosok mulia setara nabi informasi, tapi tetap harus diverifikasi.
“Media adalah corong rakyat. Tapi ya, corongnya harus bersih, jangan bocor, jangan satu orang punya lima corong,” ujar Bupati dengan gaya diplomatis yang nyaris terdengar seperti teguran.
Tentu, maksud beliau adalah soal satu jurnalis yang merangkap jadi bos lima media online, yang semuanya tampak hidup, tapi secara operasional lebih mirip akun alter.
Mewakili para jurnalis lokal, Yulian Baro juru bicara tidak resmi namun disetujui secara diam-diam menyampaikan harapan bahwa Pemda bisa lebih “berbelas kasih” pada media lokal.
“Kami bukan sekadar wartawan, kami tetangga. Kami tahu jalan becek mana yang belum diaspal, dan tahu siapa pejabat yang suka ngilang pas ditanya,” ucap Baro.
Ia berharap Dinas Kominfo bisa memperhatikan eksistensi media lokal dalam proses verifikasi kerja sama. Karena jujur saja, kalau semua kue diambil media besar dari luar daerah, wartawan lokal cuma kebagian piring.
Menanggapi harapan tersebut, Kepala Dinas Kominfo Tanggamus, Suhartono, menjelaskan proses verifikasi yang tengah berlangsung. Media diklasifikasikan dari A (profesional, eksis, dan punya kantor nyata) hingga F (fiktif, fiktif, fiktif).
“Yang masuk klasifikasi F, kami mohon maaf. Kami butuh yang nyata dan berdampak,” jelas Suhartono, tegas tapi tetap memakai diksi lembut.
Beliau juga menyampaikan bahwa hasil verifikasi akan diumumkan secara terbuka. Tapi belum disebutkan apakah akan ada panggung, MC, dan doorprize.
Bupati sempat menyoroti fenomena jurnalis “bermultiverse” di mana satu orang bisa mengelola lima hingga tujuh media berbeda, kadang hanya dibedakan warna logo dan nama domain.
“Saya dukung konsep satu jurnalis satu media. Supaya lebih fokus. Biar output-nya bisa dibaca, bukan sekadar copy paste dari siaran pers,” tegas beliau, disambut anggukan beberapa jurnalis yang diam-diam membuka lima tab email redaksi berbeda di laptop mereka.
Audiensi ditutup dengan pesan bijak dari Bupati, jurnalis harus tetap memegang teguh kode etik. Pemerintah juga, semoga memegang teguh niat baik untuk tak hanya menjadikan media sebagai alat penguat pencitraan.
Kita tunggu apakah janji kemitraan ini akan berkembang menjadi simbiosis mutualisme atau sekadar formalitas musiman yang berakhir di dokumentasi foto dan notulen.***