Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 27/10/2025
WAWAINEWS.ID – Oktober 2025, Indonesia menolak visa atlet Israel. Sedianya mereka ikut kompetisi “Kejuaraan Dunia Senam Artistik” di Jakarta.
Keputusan itu konsekuensi konstitusi Indonesia-UUD 1945: penjajahan di atas dunia harus dihapus. Merupakan solidaritas Indonesia terhadap Palestina. Sekaligus penolakan kebijakan militer Israel di Gaza. Israel hendak membawa tim keamanan sendiri. Menurut Menpora Erick Thohir, itu melanggar protokol keamanan nasional.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) memberi respon. Megeluarkan rekomendasi agar federasi olahraga internasional tidak mengadakan acara di Indonesia. Menghentikan diskusi mengenai tawaran Indonesia untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2036.
Ban itu bisa menjadi titik balik. Justru merugikan industri olah raga negara-negara barat. Bahkan mengerosi dukungan terhadap reputasi dan otoritas IOC itu sendiri.
Kenapa bisa begitu?
Pertama, hegemoni Barat mulai runtuh. Pasca PD II, negara-negara barat memang mendominasi segala bidang: ekonomi, politik, dan militer global.
Namun kini sudah mulai berbalik. Abad Asia sedang datang. China, India, dan Indonesia semakin memperkuat posisi mereka di panggung dunia. Menciptakan multipolaritas. Mengurangi pengaruh Barat dalam menentukan kebijakan internasional.
Kedua, tumbuhnya kekuatan ekonomi-politik negara Non-Barat. Termasuk Indonesia.
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, Indonesia memiliki posisi strategis dalam geopolitik global. Semakin kuatnya negara-negara non-Barat, mereka memiliki kapasitas menentang tekanan Barat tanpa mengorbankan kepentingan nasional mereka.
Ketiga, kemajuan teknologi dan alternatif di luar Barat. China, Turki, dan Indonesia, telah mengurangi ketergantungan pada teknologi Barat. Misalnya, dalam industri pertahanan.
Menunjukkan negara-negara non-Barat semakin mandiri dalam hal teknologi pertahanan. Tidak lagi terikat pada dominasi Barat. Instrumen tekan negara-negara barat semakin berkurang.
Keempat, publik semakin berani melawan standar ganda barat. Sejarah mencatat beberapa kasus penolakan atau sanksi olahraga. Tahun 1948 Jerman ditolak hadir Olimpiade London akibat kalah PD II. 1964–1988, Afrika Selatan dilarang ikut olimpiade & kompetisi internasional oleh karena Kebijakan apartheid.
Tahun 1980 AS & sekutu boikot Olimpiade Moskow. Akibat invasi Soviet ke Afghanistan. Tahun 1984, AS & sekutunya boikot Olimpiade Los Angeles. Sebagai Balasan boikot Olimpiade 1980. Tahun 1992 Yugoslavia diboikot Olimpiade Barcelona.
Akibat Konflik Balkan dan sanksi PBB. Tahun 2021 Taliban-Afganistan, diboikot Olimpiade Tokyo karena pelanggaran HAM – diskriminasi perempuan. Tahun 2022 Rusia & Belarus diboikot FIFA/UEFA karena Invasi ke Ukraina.
Kenapa ketika Israel diboikot, IOC justru melakukan ban. International Criminal Court (ICC) di Den Haag, Belanda menyatakan Israel melakukan kejahatan kemanusiaan atas Gaza. Di sinilah standar ganda itu terkuak.
Kelima, risiko dari potensi ekonomi Global South dan dampak standar ganda. Industri olahraga global diperkirakan bernilai USD 495,38 miliar tahun 2025. Proyeksi mencapai USD 617,57 miliar tahun 2029. CAGR sebesar 5,7%. Sebagian besar pertumbuhan ini berasal dari negara-negara Global South, terutama Asia Pasifik, Afrika, dan Amerika Latin.
Asia Pasifik: Pasar olahraga penonton diperkirakan USD 17,36 miliar pada 2025 dan tumbuh menjadi USD 23,47 miliar pada 2030 (CAGR 6,21%). Afrika: Industri olahraga bernilai >USD 12 miliar, dengan pertumbuhan signifikan dalam dekade mendatang. Amerika Latin: Brasil dan negara lain menunjukkan pertumbuhan cepat, termasuk olahraga digital dan esports.
Stadar ganda IOC bisa menimbulkan risiko berikut:
Penurunan partisipasi Global South: banyak negara bisa memboikot atau mengurangi keikutsertaan dalam ajang internasional, menurunkan audience dan engagement. Kerugian ekonomi Barat: pendapatan hak siar, sponsorship, dan merchandise bisa turun drastis kehilangan pasar Global South.
Pergeseran dominasi pasar: negara-negara Global South tumbuh pesat berpotensi mengambil alih peran dominan dalam industri olahraga. Fragmentasi komunitas olahraga: standar ganda memicu negara-negara Global South mengadakan event regional mandiri, melemahkan kolaborasi global.
Keputusan IOC menghukum Indonesia dapat berdampak negatif pada industri olahraga global. Negara-negara Asia, merupakan pasar penting dalam olahraga internasional. Mungkin banyak yang akan mempertimbangkan mengurangi partisipasi mereka dalam acara yang dianggap tidak adil. Tentu dapat mengurangi pendapatan dan popularitas olahraga di tingkat global.
Keputusan Indonesia menolak atlet Israel mencerminkan sikap politik berlandaskan prinsip keadilan dan solidaritas internasional. Menunjukkan negara-negara non-Barat semakin berani menentang dominasi Barat dalam menentukan kebijakan internasional. Jika standar ganda terus dipertahankan, industri olahraga global berisiko kehilangan pertumbuhan potensial dari pasar Global South, merosotnya sponsorship, dan pergeseran dominasi ekonomi olahraga global.
Standar ganda organisasi olah raga internasional seperti IOC bisa menikam masa depannya sendiri. Situasi sudah berubah. Berbeda ketika pemenang PD II masih berjaya.
• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)










