Scroll untuk baca artikel
Head LineTANGGAMUS

Baru Lima Hari Beroperasi, Limbah SPPG di Tanggamus Sudah Bikin Warga “Pusing Tujuh Sumur”

×

Baru Lima Hari Beroperasi, Limbah SPPG di Tanggamus Sudah Bikin Warga “Pusing Tujuh Sumur”

Sebarkan artikel ini
Foto suasana SPPG di Pekon Dadi Mulyo, Wonosobo, Tanggamus. Warga mengeluhkan bau tak sedap setelah lima hari SPPG itu beroperasi, Jumat 31/10 2024 - doc SMN

TANGGAMUS – Harapan untuk anak-anak bergizi malah berubah jadi keluhan lingkungan. Itulah kisah ironis yang tengah bergulir di Pekon Dadimulyo, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus. Sebuah fasilitas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang sejatinya dirancang untuk menyehatkan warga, justru menimbulkan aroma “tak sedap” secara harfiah.

Baru lima hari beroperasi, SPPG di RT 001 RW 001 Dadimulyo ini sudah menuai aduan warga. Bukan karena makanannya kurang garam, tapi karena cairan limbahnya yang dianggap mengganggu kenyamanan.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Warga mengaku, aroma khas limbah SPPG kini menjadi “parfum” baru yang menyelimuti udara di lingkungan pekon Dadimulyo setiap sore.

“Air Sumur Kami Sekarang Mirip Kopi, Tapi Tanpa Nikmat,” Keluh Warga

Suwarjo, Ketua RT setempat, menghela napas panjang ketika ditemui awak media. “Baru juga seminggu jalan, warga sudah ribut soal bau. Kami minta pengelola cepat benahi saluran limbah. Jangan sampai program gizi berubah jadi program polusi,” ujarnya, dengan nada campuran antara pasrah dan lelah.

Nada serupa datang dari Supardi, tokoh masyarakat yang sumurnya kini tak lagi jernih. “Dulu air sumur kami bening, bisa buat cermin. Sekarang? Keruh, hitam, dan bau. Kayak ada yang sengaja bikin kopi tapi lupa pakai gula,” ujarnya.

Supardi menambahkan, aliran limbah yang diperkirakan mencapai lima ribu liter per hari mengendap di belakang rumahnya. “Saya tidak anti-SPPG, tapi kalau anak-anak makan bergizi sementara kami minum air beraroma limbah, apa tidak lucu?” katanya sinis

Kepala Pekon: “SPPG Itu Bagus, Tapi Harusnya Ada SPAL, Bukan SPALAH”

Agus, PJ Kepala Pekon Dadimulyo, mengaku pihaknya sudah menegur pengelola SPPG. Ia menilai masalah muncul karena kurangnya komunikasi.

“Awal mereka datang, memang sempat konfirmasi. Tapi setelah itu, diam seribu kata. Baru lima hari jalan, warga sudah protes soal cairan limbah. Harusnya dari awal bangun sistem SPAL (Sistem Pengelolaan Air Limbah), bukan asal alir,” kata Agus.

Menurutnya, pengelolaan fasilitas publik harus mengutamakan sisi kemanusiaan. “Anak-anak butuh gizi, tapi warga juga butuh air bersih. Jangan sampai yang satu sehat, yang lain sakit hidung,” ujarnya menutup dengan senyum kecut.

Kordinator SPPG Belum Tersambung, Mungkin Sedang Menyambung Pipa

Upaya awak media menghubungi Aldi, Koordinator SPPG Pekon Dadimulyo, melalui telepon seluler belum membuahkan hasil. Hingga berita ini ditulis, panggilan belum direspons. Bisa jadi, ponselnya sedang “terendam” urusan saluran limbah yang belum tuntas.

Kasus di Pekon Dadimulyo ini menjadi potret kecil dari tantangan pembangunan berbasis sosial niat baik tanpa tata kelola bisa menjelma masalah baru.

Program pemenuhan gizi semestinya tidak hanya menyehatkan perut, tapi juga menjaga bumi tempat anak-anak itu tumbuh.

Karena apa artinya anak sehat, bila air sumur mereka tak lagi bisa dipakai untuk sekadar mencuci tangan?***