TANGGAMUS – Polemik terkait pembangunan jaringan listrik pedesaan di Pekon Atar Lebar, Bandar Negeri Semoung, Kabupaten Tanggamus terus bergulir, terkait penebangan pohon dan lahan dipakai tanpa izin oleh pihak PLN.
Belakangan muncul surat dari PLN Unit Induk Distribusi UP2K Provinsi Lampung yang ditujukan kepada Kepala Pekon Atar Lebar. Surat itu dikirimkan warga ke Wartawan Wawai News yang berisikan rencana pembangunan jaringan listrik pedesaan tahun 2024.
Dalam surat tertanggal 20 November 2024 yang ditujukan kepada Kepala Pekon Atar Lebar tersebut pihak UP2K Provinsi Lampung meminta partisipasi masyarakat dengan menebang tanaman di jalur jaringan secara swadaya tanpa ada ganti rugi.
Selanjutnya juga meminta untuk menyediakan akses jalan, dan menandatangani surat pernyataan kesediaan lahan yang dilalui jaringan listrik.
Surat bernomor 0989/DIS.01.01/F24050000/2024 itu juga salah satu poin lainnya menyebutkan bahwa pembangunan jaringan listrik dibiayai oleh anggaran pemerintah (APLN) dan masyarakat tidak dipungut biaya.
Meski demikian, masyarakat diminta menebang tanaman, menyerahkan akses lahan, dan menjaga keamanan pembangunan tanpa adanya tawaran ganti rugi.
Namun hal itu berbanding terbalik, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, khususnya Pasal 30 ayat (1), pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik wajib memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, dan tanaman yang digunakan atau dilintasi jaringan.
Hal serupa ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2012 Pasal 33 sampai Pasal 36, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2018.
Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa kompensasi diberikan kepada pemilik lahan yang nilai ekonomisnya menurun akibat dilintasi jaringan transmisi listrik.
Bahkan kenyataan lain sesuai hasil investigasi di lapangan warga mengaku dipatok untuk biaya pemasangan listrik dengan nominal cukup tinggi tanpa ada transparansi.
Informasi dihimpun di lapangan untuk biaya pemasangan KWh dipatok Rp3 juta per rumah, padahal harga resmi menurut teknisi tak sampai separuhnya.
“Yang disetor ke PLN cuma sekitar Rp968 ribu ditambah biaya SLO, materai, paling sekitar Rp1,4 juta hingga Rp1,6 juta, sisanya entah ke mana,” ujar salah satu teknisi yang enggan disebut namanya.
Belakangan muncul penjelasan Hanafi selaku Sekretaris Pekon Atar Lebar, bahwa biaya yang dibebankan kepada masyarakat calon pelanggan PLN sebesar Rp3 juta tersebut, ada pun rincian sebagai berikut:
- KWh Rp850 ribu
- NIDI+SLO Rp150 ribu
- Instalasi Rp700 ribu
- Biaya penebangan Rp400 ribu
- Biaya ganti rugi wilayah pekon lain Rp150 ribu
- Biaya akses jalan dan jembatan Rp250 ribu
- Upah panitia Rp500 ribu
Proyek ini diresmikan pada 16 April 2025. Diketahui saat itu baru 80 dari 331 rumah yang tersambung. Sementara kompensasi bagi warga yang lahannya digunakan justru tak kunjung direalisasikan.
Atas hal tersebut, warga menuntut PLN dan pemerintah daerah segera turun tangan. Mereka minta kejelasan biaya, keadilan atas lahan yang digunakan, dan kompensasi atas pohon produktif yang telah ditebang secara semena-mena. ***