Bagaimana soal anjing? Anjing adalah binatang peliharaan non muslim, pada umumnya. Baik itu digunakan sebagai penjaga rumah dan toko, maupun “pet” (peliharaan). Mayoritas umat Islam menganggap anjing binatang haram, meski derajatnya tidak seperti babi.
Dalam ajaran Islam, setiap orang yang dijilat atau terkena anjing, harus membasuh bagian yang terkena dengan menyamak campuran air dan tanah. Ajaran ini adalah sebuah keyakinan yang pasti. Mayoritas mazhab Islam, kecuali Maliki, meyakini hadist yang mengatakan bahwa malaikat tidak akan turun ke rumah yang di dalamnya ada anjing.
BACA JUGA: Menepis Pencapresan Anies, PKS Bakal Apes
Kemarahan umat Islam terhadap Yaqut Qoumas pada saat dia membandingkan suara Adzan vs. suara gonggongan anjing untuk menjelaskan perlunya toleransi beragama di Indonesia tentu saja mengganggu akal sehat.
Pertama, mayoritas rakyat Indonesia yang beragama Islam tidak mengerti atau menyadari pergeseran asset atau penguasaan asset strategis pertahanan, khususnya di perkotaan, terhadap keberadaan anjing vs. Masjid.
Menurut penelitian sebuah universitas di Jakarta, beberapa tahun lalu, misalnya, memang disebutkan bahwa hanya 5 pengembang besar yang menguasai lahan-lahan perumahan di Jabodetabek. Penguasaan ini tanpa disadari seringkali merubah peta demografis, di mana penghuni baru mungkin membawa anjing dan tidak berafiliasi dengan Masjid.
BACA JUGA: Jenderal Dagang Narkoba, Catatan Delapan Tahun Revolusi Mental Jokowi
Penduduk lama, yang umumnya berbatasan dengan kawasan perumahan, umumnya masih hidup berbasis “wisdom” lama, yakni membuat Masjid sebagai syiar agama.
Namun, tentu saja suara dari Masjid tersebut dapat mengganggu orang-orang komplek perumahan. Sebaliknya, di dalam kompleks perumahan, umumnya Masjid diatur suara Adzan dan pengajian lainnya terbatas pada Masjid saja.
Sudah menjadi kasus umum dalam pengembangan perumahan posisi Masjid dibuat tidak menonjol. Penonjolan tempat publik umumnya mal, cafe, sport center, dan lain sebagainya, yang mengedepankan simbol hidup duniawi.
BACA JUGA: Kenaikan Harga BBM Membakar Rakyat
Kontrol atas tanah yang umumnya diwajibkan untuk fasilitas sosial dan umum biasanya dikendalikan pengembang bukan pemerintah. Sehingga, secara total sebenarnya sebuah permukiman besar adalah pemukiman yang dikendalikan pengusaha dibanding pemerintah (daerah).
Untuk fakta dan peristiwa pergeseran kawasan-kawasan strategis perkotaan di Indonesia, sebagaimana diuraikan di atas, kementerian agama jangan terjebak pada realita yang sesungguhnya belum tentu membawa keadilan bagi eksistensi “Adzan”.
Menteri Agama harus berani mengkoreksi berbagai ketidakpatutan pergeseran sosial yang menghilangkan dominasi sosial umat Islam, apalagi membiarkan posisi umat Islam yang semakin “Underdog”.