JAKARTA – Kuasa Hukum Penggugat dari Law Office Raja Tahan Panjaitan, SH & Partners, resmi melaporkan majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bekasi ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
laporan tersebut dalam perkara gugatan perceraian nomor: 564/Pdt.G/2020/PN.Bks. Hal tersebut buntut keputusan dalam perkara a qou dimana dalam putusannya, menunjukkan dan melakukan perbuatan “Abuse Of Power” (penyalahgunaan kekuasaan, dalam bentuk penyimpangan jabatan atau pelanggaran resmi).
“Laporan sudah kami sampaikan dan sudah diterima oleh pihak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,” kata Raja dalam keterangan persnya, Selasa (23/11/2021).
Raja menuding majelis hakim yang diketuai RI dengan anggota AR dan RR telah melakukan abuse of power. Dikatakan bahwa majelis hakim telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, dalam bentuk penyimpangan jabatan atau pelanggaran resmi.
“Majelis hakim perkara nomor: 564/Pdt.G/2020/PN.Bks memeriksa dan menangani perkara a quo dalam putusannya, menunjukkan dan melakukan perbuatan abuse of power,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Raja mengaku kecewa dengan penolakan gugatan cerai kliennya JS kepada istrinya ET, oleh majelis hakim di PN Bekasi. Kliennya diminta untuk terlebih dahulu melalui lembaga adat Batak sebelum mengajukan gugatan cerai.
“Atas putusan perkara 564 di PN Bekasi kita merasa kecewa, karena kita menilai majelis hakim dalam perkara ini telah lalai dalam menerapkan hukum,” ujar Raja di depan PN Bekasi, Senin (8/11/2021).
Raja menyebut permintaan majelis hakim agar kliennya melalui lembaga adat Batak Dalihan Natolu bertentangan dengan Undang-undang No.01 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan PP No.09 Tahun 1975. Bahkan ia menyebut kebijakan ini “rasis”.
“Dasar hukum keberadaan lembaga ini apa, dimana alamatnya, apakah ini institusi yang berwenang memberikan rekomendasi atau tidak,” tanya dia.