WAWAINEWS – Sesungguh tinta takdir sudah mengering lembarannya sudah habis. Tidak lah nazar yang Engkau ucapkan itu mampu merubah takdir.
Nabi SAW mengatakan, jangan lah dikira dengan bernazar sesuatu dapat merubah takdir. Jika pun berubah tentu itu atas kemauan Allah, yang telah memberi takdir kepada umatNya.
Bahasa itu disampaikan Buya Dr. Arrazy Haysim, MA, dalam kajian tasawuf melalui tayangan YouTube CafeRumi Jakarta, di lansir Wawai News, pada Minggu 3 Maret 2022.
Ulama muda Lulusan Ciputat tersebut membahas soal Takdir bersama Dikdoang, menyebutkan bahwa Takdir, bukanlah satu kata sendiri. Kata takdir adalah hasil dari perubahan kata qoddar.
“Takdir itu ukuran ketetapan dari Allah, dalam alquran kalimat qoddar dan dalam sunnah juga begitu, dalam bahasa indonesia orang cendrung menggunakan perubahan kata, yang paling tepat itu qoddar, itu dalam bahasa indonesia bisa disebut takaran atau dosis, “jelas Buya Arrazy dalam kajian makrifat takdir dari pemahaman tasawwuf.
Menurutnya ada dua versi dari sahabat Nabi yakni, Abu Hurairoh dan Ibnu Umar, dimana ibnu Umar menyebutkan qoddarnya baik atau buruk, berati ada kadar baik dan buruk.
Sementara Abu Hurairoh tidak ada lafaz baik dan buruk. Tapi ia meriwayatkan bahwa takdir kadar semuanya apapun itu baik.
“Qoddar itu kan Allah memberikan sesuatu ujian lalu diberikan dosisnya. Allah memberikan suatu anugerahnya dan Allah tetapkan qoddar sesuai dengan wadah,” Paparnya.
Namun ada seseorang yang berpikir diluar wadahnya. Itu biasanya terjadi karena melihat wadah orang lain. Kemudian dia ingin seperti wadah orang lain itu. Lalu dia menyesali takdir yang telah diterimanya.
Padahal takdir yang didapatkan sudah cukup dengan kadar perporsi dirinya atau dosis.
Sehingga seseorang mengatakan takdirnya buruk ketika ia memandang yang lebih tinggi darinya.
Lalu dia menyesali yang dia dapatkan. Padahal sangat tidka mungkin Allah memberikan sesuatu anugerah diluar batas kemampuan hambanya.
“Saya katakan takdir itu dari Allah semuanya baik. Tapi ketika turun lalu dibaca oleh pemikiran manusia jika dia membaca dengan kecintaan dunianya maka dia akan memandang buruk. Tapi sebaliknya, jika dia membacanya dengan rohiyahnya maka dia akan mengatakan semuanya baik, “tutur Buya Arrazy.
Nabi SAW lanjutnya mengajarkan, Robitubillah yang menentukan takdir itu namanya Moqoddir dan ini salah satu tugas nama Allah Robubiyah versi makrifatullah (mengenal Allah), jadi Allah yang mengatur alam semesta, pengaturannya jika dibuat detail namanya qoddar atau takdir.
ini imbuhnya diluar ilmu aqidah, ilmu aqidah teorinya ada takdir baik dan buruk. Ilmu itu diciptakan ulama.
” Sekarang kita tunggu dulu hadist-nya, kita kemukakan dulu. Sedangkan teori kita taruh di bawah. Apa kata Nabi SAW, sungguh ajib urusan orang beriman, semua rusannya baik dan takdirnya pun demikian. Orang beriman itu jika mendapatkan kebaikan dia bersyukur, pun sebaliknya jika diterpa keburukan dia bersabar, “ungkap Buya Arrazy.
Buya Arrazy menyampaikan bahwa bahasa Nabi saat bicara versi rohani, bukan versi ilmu aqidah yang dipakai sekarang. Karena ilmu itu terus berkembang. di zaman rasul belum ada penjelasan rukun iman seperti sekarang.
Menurutnya ilmu aqidah, tauhid itu ilmu yang ditemukan ulama dan tentunya terus berkembang. Begitu pun dalam makrifat ada perkembangan penjelasannya.
“Sebenarnya makrifat dari dulu begitu saja, namun zaman berubah perlu ada cara untuk membahasakan makrifat. Saya pun berusaha semampu mungkin membahasakan ulang apapun temanya, “tambahnya menjelaskan dalam hadis mengimani qoddar (takdir).
Pertanyaan selanjutnya dan ini pernah ditanya dimasa Nabi SAW, jika semua sudah ditentukan porsi lalu buat apa umat beramal dan berdoa.
Lalu Nabi menjawab sudah kamu beramal saja, jangan pikirkan domainnya Allah.
“Berdoa saja lah engkau maka setiap kamu jika takdirnya memang baik akan dimudahkan jadi orang baik, ” Ucap Buya menirukan bahasa dalam Hadits.***