JAKARTA — Ketua Umum PKB sekaligus Menko Pemberdayaan Masyarakat (PM), Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, menyerukan pesantren untuk tidak hanya jadi tempat ngaji dan rebahan sambil nunggu bedug, tapi juga jadi markas pemimpin perubahan di masa depan.
Dalam acara International Conference on the Transformation of Pesantren di Hotel Sahid Jakarta, Selasa (24/6/2025), Cak Imin menyentil lembut dunia pesantren yang menurutnya harus segera upgrade dari “kitab kuning” ke “server biru”.
“Kita hidup di zaman algoritma. Kalau zaman dulu santri takut sama genderuwo, sekarang takut ketinggalan sinyal,” canda Gus Imin, disambut senyum kecut para pengurus pesantren yang belum punya WiFi.
Ia menyebut bahwa teknologi bukan hanya mengubah cara hidup, tapi juga cara dakwah. Kalau dulu dakwah naik mimbar, sekarang cukup naik FYP TikTok.
“Dulu yang paling ditakuti itu setan, sekarang algoritma. Sekali nonton video ceramah keras, yang muncul selanjutnya makin keras. Lama-lama yang nonton juga ikut keras,” kelakarnya sambil mengingatkan pentingnya literasi digital.
Cak Imin menegaskan pesantren jangan cuma jadi penonton zaman, apalagi komentator doang. Harus ikut main, bahkan jadi kapten tim.
“Pesantren itu punya pengalaman panjang: zaman penjajahan, zaman kemerdekaan, zaman Orba, sampai zaman sekarang yang katanya zaman edan. Masa iya kalah sama konten prank?” tukasnya.
Ia mengaku banyak pesantren masih gagap teknologi — bukan karena gak mau belajar, tapi karena belum ada “ustaz coding” yang bisa ngaji sekaligus install plugin WordPress.
“Kita harus siapkan pesantren yang bisa jadi pusat inovasi, bukan cuma pusat mukena hilang pas Ramadan,” katanya, menyentil realitas humoris di kalangan santri.
Cak Imin menutup sambutannya dengan ajakan agar pesantren segera mengevaluasi peran dan strategi dakwah di era digital.
“Santri masa depan bukan cuma hafal Alfiyah, tapi juga paham SEO, bisa bikin konten dakwah, bahkan bikin aplikasi tanya jawab fikih online,” ujarnya.***