LAMPUNG TIMUR – Proses rekrutmen di MBG Gunung Pasir Jaya, yang berada di bawah Yayasan Daarul Hikmah, kini berbuntut polemik. Arif Gunawan, salah satu calon karyawan yang sejak September 2025 menyerahkan seluruh berkas kelengkapan, mengaku mengalami dugaan pencemaran nama baik oleh seorang koordinator lapangan berinisial SAW.
Persoalan muncul setelah Arif meminta kejelasan atas status para pelamar yang hingga kini seolah terombang-ambing tanpa kepastian.
Berkas Lengkap Sejak September, Namun Kejelasan Masih Senasib dengan Angin Lalu
Arif bersama sekitar 20 pelamar lain telah menyerahkan dokumen seperti surat keterangan sehat, KK, KTP, pas foto, hingga sertifikat penjamah makanan.
Menurutnya, seluruh syarat yang diminta telah dipenuhi sejak awal, namun pihak manajemen MBG tidak pernah memberikan tindak lanjut yang jelas.
“Kami seperti dijadikan pajangan administrasi. Bertanya salah, diam pun tidak ada kabar. Seolah-olah proses seleksi hanya formalitas tanpa niat untuk menyaring siapa pun,” ujar Arif.
Kritik di Grup WhatsApp Berubah Jadi Fitnah
Karena komunikasi yang minim, Arif akhirnya menyampaikan kritik di grup WhatsApp internal MBG grup yang seharusnya menjadi ruang koordinasi, bukan arena tebak-tebakan status pelamar.
Ia menyinggung soal keadilan dan kebijakan rekrutmen yang terkesan tidak transparan, termasuk dugaan prioritas terhadap kerabat pihak dapur.
Arif juga mempertanyakan alasan pekerja dari luar daerah, seperti Lampung Utara, didatangkan untuk posisi cuci piring, sementara warga lokal yang sudah melengkapi syarat malah dibiarkan “mengawang di udara”.
Namun kritik tersebut justru memicu respons emosional. Agus, koordinator lapangan sekaligus bagian keamanan, membalas dengan kalimat bernada merendahkan: “Ojo ngomongne hak & kewajiban, nak duit setoran ijek mbok pangan.” (Jangan bicara hak dan kewajiban, kalau uang setoran saja masih kamu makan.).
Tudingan itu bukan hanya tidak berdasar, tetapi juga dilontarkan di ruang grup yang beranggotakan puluhan orang sebuah panggung publik yang efektif jika tujuan seseorang adalah mempermalukan orang lain.
“Ini fitnah. Saya tidak pernah memakan uang siapa pun. Justru kami yang selama ini mengorbankan waktu dan tenaga membantu kegiatan sosial di MBG. Tapi kok malah diperlakukan seperti tenaga sukarela yang bisa dibentak sesuka hati?” tegas Arif.
Ditanya Media, Koordinator Lapangan Hanya Menjawab ‘Ini siapa?’
Saat dikonfirmasi media, Agus memberikan jawaban yang lebih singkat daripada pesan otomatis layanan pelanggan: “Ini siapa?”
Jawaban yang menurut Arif menunjukkan bahwa klarifikasi bukan prioritas, sementara pesan konfirmasi terlihat jelas telah dibaca tanpa tanda-tanda akan dijelaskan lebih lanjut.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak manajemen MBG Gunung Pasir Jaya belum merilis keterangan resmi. Beberapa pihak internal yang dihubungi mengaku “belum tahu apa-apa”, sebuah frasa yang biasanya muncul ketika isu sudah menggema lebih cepat daripada rapat koordinasi.
Arif Siap Tempuh Jalur Hukum Jika Tidak Ada Klarifikasi
Meski merasa diperlakukan tidak adil, Arif menegaskan ia masih mengedepankan komunikasi baik. Namun jika tidak ada permintaan maaf terbuka dan klarifikasi resmi dari pihak MBG, ia memastikan akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Uang bisa dicari. Tapi harga diri, sekali diinjak, tidak bisa dibiarkan begitu saja,” tegasnya.
Kasus ini menjadi alarm bagi lembaga atau yayasan mana pun: transparansi rekrutmen bukan sekadar formalitas, dan kritik bukanlah alasan untuk melempar fitnah kecuali memang ada sesuatu yang ingin ditutupi.***













