BANJAR, KALSEL — Ungkapan “cinta sampai mati” sepertinya benar-benar diseriusi oleh F, seorang istri muda di Desa Paramasan Atas, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Sayangnya, cinta itu bukan hanya berakhir tragis tapi juga literal.
Baru satu bulan menikmati manisnya pernikahan, F justru mengakhiri romansa dengan cara yang tidak romantis, yakni memenggal kepala sang suami.
Menurut Kepala Desa Paramasan Atas, Ihsan, pasangan ini dikenal publik sebagai pasangan yang doyan unggah kemesraan di media sosial.
Namun di balik unggahan penuh emoji hati dan caption “hubby & wifey goals”, ternyata tersimpan drama rumah tangga beraroma KDRT dan konflik tak berkesudahan.
Plot twist pun datang bak sinetron tengah malam, tapi dengan ending ala film horor Thailand.
“Dia asli sini, suaminya pendatang. Baru sebulan nikah, sayangnya ‘bulan madu’ mereka berubah jadi ‘bulan berdarah’,” ujar Ihsan datar, mungkin masih shock sambil menatap kalender.
Peristiwa tragis ini mencuat ketika F, yang datang ke lokasi pendulangan emas dengan darah masih menempel seperti kostum Halloween dadakan, meminta tolong keluarganya agar mengambil barang-barangnya di rumah.
Ia membawa serta anaknya yang lemas kemungkinan akibat menyaksikan horor rumah tangga langsung dari ruang tamu.
Keluarga yang awalnya menyangka F adalah korban KDRT malah dibuat ternganga saat menemukan tubuh sang suami sudah tidak lengkap. Kepala dan badan sudah tidak lagi saling bicara.
Polisi yang menerima laporan langsung bertindak cepat, dan tak lama kemudian F menyerahkan diri.
“Korban sudah dievakuasi. Pelaku menyerahkan diri. Motifnya? Masih dalam penggalian, bukan cuma emas yang digali di Paramasan,” ujar sumber kepolisian.
Warganet yang mengenal pasangan ini lewat unggahan mereka di TikTok dan Facebook mengaku terkejut.
“Kemarin masih duet nyanyi lagu ‘Rungkad’, sekarang benar-benar rungkad,” tulis salah satu komentar.
Motif pembunuhan hingga kini masih didalami. Diduga kuat ada tekanan psikologis, potensi gangguan jiwa, dan konflik yang dipendam seperti bom waktu.
Namun, publik keburu dikagetkan oleh metode pemutusan hubungan mereka yang ekstrem secara fisik maupun emosional.***