BEKASI — Program ketahanan pangan yang digadang-gadang menjadi benteng ekonomi desa justru tampak rapuh di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Realisasi Dana Desa Tahun Anggaran 2025 di wilayah ini terindikasi kuat bermasalah.
Sejumlah desa diduga mengalami penyimpangan anggaran hingga membuat program berjalan di tempat bahkan ada yang tak berjalan sama sekali. Sorotan tajam mengarah ke Desa Pantai Harapan Jaya, yang disebut-sebut menjadi etalase kegagalan program.
Anggaran diklaim telah dicairkan, laporan administrasi disusun, namun hasil di lapangan justru minim. Jika ketahanan pangan dimaknai sebagai upaya “bertahan hidup”, maka yang tampak justru gejala “kelaparan program”.
Berdasarkan hasil penelusuran lapangan, dari total Rp286 juta anggaran ketahanan pangan yang dialokasikan, realisasi fisik kegiatan dinilai jauh dari Rencana Anggaran Biaya (RAB). Perbandingan antara dokumen dan fakta lapangan bak bumi dan langit, lebih tepatnya, bak proposal dan imajinasi.
Sejumlah temuan krusial di antaranya:
- Peternakan Kambing Mangkrak
Program pengadaan ternak kambing yang digadang-gadang sebagai tulang punggung ekonomi warga hanya terealisasi dalam jumlah sangat minim. Jumlah ternak tak sebanding dengan nilai anggaran maupun kesepakatan awal. Ketahanan pangan berbasis protein hewani pun tampak “kurus kering”.
- Budidaya Ikan Tanpa Ikan
Lebih mencengangkan, program perikanan yang dijanjikan untuk menopang ekonomi warga belum menunjukkan hasil nyata. Kolam ada, ikan nihil. Sebuah konsep baru yang oleh warga mulai disebut sebagai “perikanan konseptual”.
- Layanan Ekonomi Hilang Tanpa Jejak
Fasilitas pendukung ekonomi desa seperti BRILink Desa, yang semestinya mempermudah akses transaksi keuangan warga, juga belum tersedia. Desa diminta tumbuh secara ekonomi, namun instrumen pendukungnya tak kunjung hadir.
Upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Pantai Harapan Jaya, Mahir, menemui jalan buntu. Awak media telah mendatangi kantor desa, namun tidak memperoleh keterangan resmi. Sikap bungkam ini justru memperbesar tanda tanya publik, sebab dalam tata kelola pemerintahan, transparansi bukan pilihan, melainkan kewajiban.
Pemberitaan ini disusun sebagai bentuk kontrol sosial atas penggunaan uang negara, sejalan dengan amanat Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Atas hal itu, pengamat kebijakan anggaran publik, Baskoro, mendesak Inspektorat Kabupaten Bekasi dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi untuk segera melakukan audit investigatif menyeluruh terhadap pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Muara Gembong.
“Ketahanan pangan adalah program prioritas nasional. Jika anggaran sudah cair tetapi fisik tidak ada, itu bukan sekadar administrasi lemah, melainkan indikasi kuat korupsi yang merugikan rakyat,” tegas Baskoro.
Ia menambahkan, pembiaran atas dugaan penyimpangan semacam ini hanya akan memperpanjang rantai ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah desa.
Kini masyarakat Muara Gembong menanti langkah tegas aparat penegak hukum. Apakah dugaan penyimpangan Dana Desa ini akan diusut tuntas, atau kembali tenggelam seperti banyak program lain yang ramai di laporan namun sunyi di lapangan.
Ketahanan pangan sejatinya soal perut rakyat. Jika yang “kenyang” justru laporan anggaran, sementara warga hanya mendapat janji, maka ada yang salah dan itu bukan soal cuaca atau musim tanam. ***













