Dalam Demokrasi Pancasila, aspek pertama (demokrasi konvensional) harus menjadi satu kesatuan dengan kelima sila dalam Pancasila. Pemerintahan dan kedaulatan rakyat (demokrasi) tidak boleh bertentangan atau justru harus sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan peradaban bangsa ber-Tuhan (sila 1 Pancasila).
Demokrasi harus sejalan dengan peradaban Tauhid. Peradaan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Demokrasi harus dalam kerangka, dan bahkan mampu melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, keadilan, yang berkeadaban (sila 2 Pancasila).
Demokrasi juga harus mampu mewujudkan persatuan Indonensia (sila ke 3 Pancasila). Tidak justru menyebabkan disintegrasi Indonesia.
Sebagai wilayah pembangunan peradaban, Indonesia harus utuh. Segenap warganya harus bersatu memperjuangkan dan mewujudkan pembangunan peradaban bangsa ber-Tuhan sebagaimana amanat Pancasila.
Demokrasi juga harus mampu mewujudkan atau tidak menghalangi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila 5 Pancasila).
Demokrasi Pancasila harus merupakan kesatupaduan antara konsep antara pemerintahan atau kedaulatan rakyat (demokrasi) secara umum, dengan prinsip-prinsip keempat sila lainnya dalam Pancasila. Keberadaannya bukan merupakan unit terpisah.
Aspek ketiga, demokrasi Pancasila bukan saja harus memenuhi kaidah demokrasi konvensional dan sejalan dengan Pancasila. Melainkan juga harus secara spesifik memenuhi amanat sila keempat Pancasila.
Ialah “pemerintahan atau kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Ada prasyarat kepemimpinan “hikmat kebijaksanaan” dalam “Demokrasi Pancasila”.
Jika disederhanakan, “Demokrasi Pancasila” adalah “pemerintahan atau kedaulatan rakyat, yang dipimpin hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan sejalan atau tidak bertentangan dengan sila-sila Pancasila secara keseluruhan.
Sejauh ini operasionalisasi Demokrasi Pancasila kurang mengarusutama. Bobot demokrasi di Indonesia lebih menekankan operasionalisasi prosedur-prosedur demokrasi konvensional.
Bahkan dialektika demokrasi lebih menekankan pada konsepsi-konsepsi demokrasi konvensional. Kurang atau belum mengelaborasi value sila-sila lainnya dalam Pancasila.
Bahkan implementasi “kepemimpinan hikmat kebijaksanaan” dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia juga diamputasi. Melalui penghapusan fungsi MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai locus of power atau pemegang kedaulatan rakyat.
Utusan Golongan sebagai representasi kearifan tertinggi (kepemimpinan hikmat kebijaksanaan) dari rakyat Indonesia juga dihapus. Begitu pula fungsinya dalam merumuskaan dan menetapkan haluan negara. GBHN dihapus dalam UUD 1945 melalui amandemen.
Demokrasi Pancasila seharusnya menjadi diskursus-diskursus utama dalam didalektika ketatanegaraan dan dinamika perpolitikan bangsa. Karena ia amanat dari Pancasila itu sendiri.
Demokrasi Pancasila merupakan konsekuensi logis dari pengakuan/penerimaan Pancasila sebagai philosophische grondslag. Sebagai sumber dari segala sumber hukum ketatanegaraan.
Demokrasipun sudah seharusnya bersandar pada Pancasila. Menjadi Demokrasi Pancasila.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 23-07-2024