Scroll untuk baca artikel
LampungPertanian

Derita Petani Lampung Timur: Disuruh Tanam Jagung, Dipanen Tikus

×

Derita Petani Lampung Timur: Disuruh Tanam Jagung, Dipanen Tikus

Sebarkan artikel ini
Jagung petani di Desa GSB, Sekampung Udik, ludes digerogoti hama tikus. Petani pun terus berjuang menjaga sisa tikus untuk bisa panen,

LAMPUNG TIMUR — Menjadi petani di Lampung Timur ibarat berjudi di meja yang aturannya selalu berubah, sementara bandar tak pernah kalah. Harga panen tak jelas, biaya produksi terus naik, dan ketika petani patuh pada “arahan pemerintah”, yang datang justru musuh baru: tikus, sang pemanen tanpa modal.

Petani di Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, yang sebelumnya menanam singkong dan terpaksa beralih ke jagung akibat harga singkong anjlok, kini hanya bisa mengelus dada. Jagung yang dirawat lebih dari dua bulan, dipupuk, dijaga dari hujan dan panas, justru lebih dulu dipanen oleh kawanan tikus.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Hektaran tanaman jagung di Desa GSB dilaporkan ludes digerogoti hama. Tikus-tikus itu bekerja tanpa pupuk, tanpa pestisida, tanpa ijon, dan ironisnya tanpa pernah rugi.

“Setelah beralih dari singkong ke jagung, malah tikus yang pesta. Banyak petani buntung gara-gara hama tikus,” ujar seorang petani Desa GSB, Minggu (28/12/2025).

Beralih ke jagung sejatinya bukan keinginan petani semata. Setelah singkong tak lagi bernilai, petani mengikuti arahan pemerintah: tanam jagung demi ketahanan pangan. Namun, rupanya ketahanan itu hanya slogan karena di lapangan, yang bertahan justru tikus.

BACA JUGA :  BPS Tetapkan 5 Daerah di Lampung dengan Biaya Hidup Paling Mahal ! Kalian Tinggal Dimana?

“Ada yang dua hektar siap panen, habis semua. Inilah nasib petani. Pemerintah cuma kasih saran, tapi solusi nihil,” keluh petani lain.

Jika singkong dihantam harga, jagung dihantam hama. Jika panen gagal, petani dihantam utang. Sebuah siklus klasik pertanian Indonesia: petani selalu di ujung paling lemah rantai. Petani lain, Dul, mengaku kebingungan memulai tanam ulang.

“Modal dari mana? Panen gagal, harus olah lahan lagi, beli bibit lagi. Ujung-ujungnya ngutang lagi, ijon lagi. Begitu terus,” tegasnya.

BACA JUGA :  Program KPB Lampung Dilaunching, Ini Kemudahan Bagi Petani

Ironisnya, di tengah jargon besar “ketahanan pangan”, petani Lampung Timur justru berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada pendampingan serius, tidak ada pengendalian hama terstruktur, tidak ada jaminan harga. Yang ada hanya baliho, rapat, dan pidato.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, jangan heran bila generasi petani terus menghilang. Bukan karena malas, tapi karena bertani hari ini sama saja dengan menanam harapan di ladang ketidakpastian dan memanen kerugian.

Di Lampung Timur, jagung ditanam petani, dipelihara dengan utang, dan dipanen tikus. Sementara pemerintah? Masih sibuk menyusun semboyan.***