BEKASI — Polemik internal Perumda Tirta Bhagasasi kembali menghangat setelah aktivis Barisan Muda Bekasi (BMB), Juhartono, mendesak Bupati Bekasi untuk segera memberhentikan Daud Husni dari kursinya sebagai Direktur Umum.
Desakan ini mencuat setelah mencuatnya rekam jejak Daud saat bekerja di Yayasan Wakaf Al Muhajirin Jakapermai rekam jejak yang, menurut Juhartono, “tidak seharusnya dibawa ke perusahaan plat merah.”
“Direksi itu jabatan strategis. Harusnya diisi orang yang integritasnya lebih bersih daripada air PDAM yang masih sering keruh,” sindir Juhartono.
“Kalau rekam jejaknya saja sudah dipertanyakan, bagaimana kita berharap pelayanan air bisa lebih baik? Bupati harus bertindak tegas,” lanjutnya.
Kepala Bagian Kesekretariatan Yayasan Wakaf Al Muhajirin Jakapermai, Liman, membenarkan bahwa Daud pernah bekerja di sana.
Namun, ia menegaskan bahwa riwayat tersebut sudah berakhir sejak lama, bahkan sebelum struktur yayasan berubah total pada 2022.
“Dia itu karyawan, bukan pengurus besar. Dan sejak dipecat, tidak ada hubungan apa pun lagi dengan yayasan,” jelas Liman.
Liman menyatakan bahwa pemberhentian Daud didukung putusan Mahkamah Agung Nomor 1829 K/Pdt.Sus-PHI/2022, yang menyebutkan Daud dimutasi dan didemosi karena sering mengabaikan perintah atasan dan melanggar aturan perusahaan.
Dalam bahasa birokrasi, itu disebut “pelanggaran kedisiplinan”. Dalam bahasa rakyat, kira-kira artinya “bandel.”
Namun Liman menegaskan bahwa pihak yayasan tidak ingin terlibat dalam huru-hara politik perusahaan air daerah. “Bagi kami selesai. Mau dibawa ke mana urusan PDAM, itu bukan rumah kami lagi,” ujarnya.
Juhartono menilai bahwa riwayat tersebut merupakan alarm keras bagi Pemkab Bekasi. “Faktanya jelas, ada catatan pelanggaran. Terus kenapa bisa naik jadi direksi? Apa nanti Tirta Bhagasasi mau diarahkan oleh orang dengan rekam jejak seperti itu?” ucapnya.
Ia menilai bahwa perusahaan air minum daerah tidak boleh dipimpin oleh figur yang membawa “tas masa lalu” yang terlalu berat.
“Andai rekam jejak bisa direbus jadi air bersih, mungkin Bekasi tidak perlu PDAM lagi.”tambahnya.
Hingga kini belum ada respons resmi dari Bupati Bekasi. Publik pun menunggu apakah permintaan BMB akan menjadi dorongan reformasi manajemen, atau sekadar angin lalu dalam dinamika politik lokal.
Yang jelas, kritik BMB menegaskan satu hal Perusahaan air minum membutuhkan integritas seterang air mineral, bukan serabut-serabut masalah yang belum tuntas.***












