KOTA BEKASI – Warga RW 02 Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Medan Satria, akhirnya “angkat senjata” melawan para pembuang sampah liar. Bukan dengan pentungan atau borgol, tapi dengan spanduk besar nan galak bertuliskan:
“Dilarang Buang Sampah di Sini, Kami Akan Tangkap!”
Tulisan yang lebih mirip ancaman preman pasar ketimbang imbauan pemerintah itu sontak jadi perhatian publik. Pasalnya, lokasi Jembatan Kali Baru sudah berulang kali dibersihkan, namun tetap saja menjadi “tempat favorit” bagi oknum tak bertanggung jawab yang hobi lempar kantong plastik ke sungai.
Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi, Kiswatiningsih, buru-buru memberi klarifikasi:
“Spanduk itu bukan dari DLH, tapi murni inisiatif warga yang sudah muak. DLH sendiri tetap melakukan pembersihan rutin lewat Pasukan Katak Orange dan UPTD Kebersihan Medan Satria,” ujarnya, sambil menegaskan bahwa pemerintah tidak sedang membuka lowongan jagal sampah ilegal.
Dari Spanduk ke Instagram
Uniknya, perang melawan sampah liar ini tak cuma berlangsung di lapangan, tapi juga di dunia maya. Warga Bekasi Timur mengunggah video penumpukan sampah di saluran drainase Kali Underpass, Jl. H. Nonon Sonthanie, lewat akun Instagram @infobekasi dan @pasukankatak. Hanya dalam hitungan jam, laporan itu viral.
Seolah tak mau kalah cepat dengan algoritma Instagram, DLH langsung menurunkan tim pada Senin (29/9/2025) pagi. Pasukan Katak Orange diterjunkan untuk “menyelam” di antara kantong plastik, sandal jepit, dan sisa makanan yang menyumbat aliran air.
“Kami berkomitmen merespon cepat setiap aduan masyarakat. Sampah bukan hanya soal bau, tapi juga soal banjir. Dan banjir, seperti kita tahu, selalu datang tanpa undangan,” kata Kiswatiningsih.
Fenomena spanduk larangan sampah ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah jenuh dengan pola klasik: buang – bersihkan – buang lagi. Pertanyaannya: Apakah kita perlu setiap RW memasang spanduk ancaman bergaya “wanted” agar warga sadar?
Padahal, DLH sudah berulang kali mengingatkan bahwa pembuangan sampah sembarangan tidak hanya merugikan warga sekitar, tetapi juga merusak ekosistem air.
Namun kesadaran publik kadang kalah oleh kebiasaan lama: lebih gampang melempar plastik ke kali ketimbang berjalan 20 meter mencari tong sampah.
Ke depan, DLH berjanji memperkuat koordinasi dengan kelurahan dan kecamatan agar masalah ini bisa ditangani secara menyeluruh, bukan reaktif.
Karena kalau spanduk jadi solusi utama, jangan heran suatu hari Bekasi dipenuhi papan pengumuman bernada horor:
DLH berharap semua pihak bersatu menjaga kebersihan lingkungan, supaya Bekasi benar-benar jadi kota yang bersih, sehat, nyaman – bukan kota dengan museum spanduk larangan sampah liar di setiap sudut jalan.***