Opini

Driver Ojol dan Revitalisasi Gerakan Koperasi

×

Driver Ojol dan Revitalisasi Gerakan Koperasi

Sebarkan artikel ini

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Koperasi dijadikan kementerian mandiri. Pada Kabinet Merah Putih (KMP) ini.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sebagaimana era Orde Baru dulu. Era ketika gerakan koperasi digeloraka secara masif. Puluhan ribu koperasi berdiri.

Pada era reformasi, gerakan koperasi redup. Digabung UMKM.

“Idiologi” utamanya memberi kredit usaha kecil. Entah usaha berbasis kedaulatan ekonomi dalam negeri. Atau perpanjangan marketing produk luar.

Semua dipukul rata. UMKM.

Akhir era Orde Baru, koperasi dikritik tajam. Dituding sebagai “kebijakan jenggot”.

Kegiatan ekonomi ditumbuhkan dari negara. Dari atas. Bukan gerakan tumbuh dari bawah.

Ke mana-mana Presiden Soeharto selalu mengkampanyekan koperasi.

Era reformasi banyak koperasi berguguran. Termasuk KUD. Koperasi Unit Desa.

Ujung tombak kedaulatan pangan itu mati. Nyaris tak tersisa.

Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

Kebijakan Presiden Prabowo bisa dijadikan momentum. Revitalisasi gerakan koperasi.

Amanat konstitusi itu hampir tiga dekade reformasi mati suri. Kini perlu diarusutamakan kembali.

Setidaknya ada tiga fokus utama. Tiga langkah yang mesti ditempuh.

Pertama, digitalisasi database koperasi sehat. Untuk mengetahui secara mudah, koperasi yang benar-benar sehat secara bisnis. Maupun koperasi papan nama belaka.

BACA JUGA :  Puluhan Eksponen Aktifis 98 Buat Pernyataan Sikap, Siapa Saja?

Termasuk didalam lingkup langkah ini adalah upaya sinergisitas bisnis antar koperasi yang sudah ada. Maupun pengembangan pasar bersama di dalam negeri maupun ekspor.

Beragam flatform bisnis seperti shofee, tokopedia, Alibaba, dan sejenisnya. Esensinya merupakan jaringan koperasi. Minus kepemilikan bersama.

Sedangkan koperasi merupakan usaha bersama yang masih terpisah-pisah satu sama lain. Oleh karena itu perlu diasatukan sebagai kekuatan jaringan produksi, sekaligus jaringan distribusi dan jaringan pasar. Melalui teknologi digital.

Mungkin digitalisasi database perkoperasian sudah ada. Akan tetapi sebagai instrumen bisnis, belum bisa mengimbangi eksistensi flatform-flatform bisnis swasta itu.

Kapasitasnya harus ditingkatkan untuk mampu bersaing dengan jaringan bisnis swasta.

Kedua, advokasi bidang-bidang bisnis perkoperasian.

Orde baru menetapkan distribusi saprotan (sarana produksi pertanian) harus melalui koperasi. KUD.

Koperasi menjadi memiliki lahan bisnis pasti. Pasar pasti (captive market). Sebagai modal pijakan bisnis gerakan koperasi.

Koperasi karyawan. Koperasi angkutan, dan beragam macam privilage lahan bisnis. Diberika pada gerakan koperasi.

BACA JUGA :  Mengembalikan Rumah Besar PPP

Itulah yang kemudia memunculkan tudingan kebijakan orde baru sebagai “kebijakan jenggot”. Aktivitas ekonomi yang dikatrol pemerintah. Bukan gerakan tumbuh dari bawah.

Hampir tiga dekade reformasi bisa kita saksikan. Gerakan koperasi tidak bisa tumbuh. Ketika dilepas bertarung dengan swasta besar.

Tanpa dukungan “advokatif” dari negara. Perorangan kuat, atau swasta besar menjadi sangat menghegemoni. Ekonomi kosntitusi, koperasi, tidak bisa tumbuh.

Tudingan kebijakan jenggot itu ternyata mematikan gerakan koperasi.

Contoh adalah kasus driver ojol-taksol. Ojek online dan taksi online berbasis aplikasi.

Para driver diperlakukan sebagai mitra. Melalui sharing keuntungan. Bukan ikatan kerja. Layaknya karyawan dan perusahaan.

Sementara itu perusahaan jasa aplikasi berbisnis memanfaatkan ruang, pasar dan sumberdaya manusia Indonesia. Puluhan ribu driver.

Tanpa harus menyediakan armada. Tanpa menyiapkan lahan parkir armadanya. Tanpa dibebani biaya perawatan.

Pola relasi bisnis driver dan jasa aplikasi sebenarnya melabrak prinsip keadilan sosial dan pasal 33 UUD 1945. Jika sahamnya hanya dimilki perorangan kuat.

Seharusnya sejumlah saham, menjadi milik secara otomatis para driver. Diberikan melalui amanat UU.

BACA JUGA :  Capres atau Presiden Gagal?

Pola relasi bisnis berkeadilan seperti inilah seharusnya Kementerian Koperasi hadir. Menciptaka ruang-ruang binsis bagi gerakan koperasi.

Agar sistem perekonomin diliputi keadilan sosial. Melalui Koperasi.

Upaya advokasi pada orde baru bukan saja pada tingkat menteri. Melainkan pada tingkat Keppres.

Presiden Soeharto menetapkan 5 persen keuntungan perusahaan besar untuk saham koperasi. Kebijakan itu membawanya dimusuhi para konglomerat. Pebisnis-pebisnis kakap yang dibesarkannya.

Ketiga, pengembangan SDM perkoperasian.

Pada era akhir Orde Baru, banyak bertumbuhan Akademi Koperasi. Untuk menyiapkan SDM profesional pengelola perkoperasian.

Mulai dari manajemen bisnis, administrasi umum dan keuangan. Serta manajemen pemasaran.

Penyiapan SDM perkoperasian sangat diperlukan. Koperasi berbeda secara idiologi dengan ekonomi konvensional.

Maka pendidikan ketrampilan manajemen berbasis idiologi koperasi akan menjadi bagian penting dari tumbuhnya gerakan koperasi itu sendiri.

Mampukah Kabinet Merah Putih, khususnya Kementerian Koperasi, merevitalisi tiga hal itu?. Atau justru memiliki kebijakan-kebijakan lebih brilian?.

Kita tunggu saja kinerjanya. Semoga ekonomi konstitusi, koperasi, bisa dibangkitkan kembali.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Eksponen 98 – Mantan aktivis Koperasi Mahasiswa, Jaksel, 23-10-2024.***