PRINGSEWU — Bimbingan Teknis (Bimtek) wawasan Kebangsaan yang semestinya jadi ajang peningkatan kapasitas aparatur desa di Kabupaten Pringsewu justru berubah haluan jadi arena korupsi berjamaah.
Kongkalikong dengan dalih untuk mencerdaskan, kegiatan ini malah menyulut api dugaan korupsi berjaringan yang kini menyeret dua nama pejabat di Kabupaten berjuluk seribu bambu ke meja penyidikan.
Kejaksaan Negeri Pringsewu resmi menetapkan dua tersangka, yakni TH, sang Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pekon (PMP) Pringsewu, dan ES, Kepala Perwakilan LPPAN (Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara) Provinsi Lampung.
Alih-alih mendidik, mereka malah diduga lihai membuat dokumen fiktif dan menggelembungkan anggaran. Ya, bukan sekadar “bocor halus”, tapi kebocoran kelas jet pump Kabupaten Pringsewu.
Sementara ES, Kepala Perwakilan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara (LPPAN) Provinsi Lampung, menjadi duetnya dalam kasus ini.
Keduanya jadi tersangka korupsi karena aksi pintarnya menyulap anggaran dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) bertema “Peningkatan Wawasan Kebangsaan dan Bela Negara” tema yang agung, meski kenyataannya lebih mirip “Peningkatan Wawasan Mark-Up dan Bela Kantong Pribadi”.
Menurut penyidik, para tersangka tidak hanya memalsukan dokumen pertanggungjawaban, tapi juga melakukan mark-up biaya kegiatan.
Bahkan, dengan gaya oratoris yang tak kalah dari juru kampanye, mereka diduga memberi “saran bersayap” kepada para kepala pekon di Pringsewu untuk menyisipkan dana Bimtek dalam APBDes Perubahan 2024.
“Ini bukan sekadar administrasi yang salah ketik. Ini perencanaan korupsi dengan akurasi tingkat dewa,” ujar sumber dari Kejari Pringsewu, yang terdengar cukup muak tapi tetap profesional.
Kegiatan yang awalnya dikemas sebagai bentuk peningkatan kapasitas aparatur desa, ternyata hanya jadi dalih manis dari proyek pat gulipat.
Uang negara yang seharusnya memperbaiki jalan rusak, membiayai posyandu, atau beli buku untuk anak-anak desa, malah masuk ke kantong yang salah.
Potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp1 miliar, dan Kejaksaan telah berhasil menyita Rp835.400.000 dalam bentuk uang tunai jumlah yang cukup besar untuk bikin festival rakyat tiga hari tiga malam, lengkap dengan dangdut dan bazar UMKM.
Meski begitu, proses penyidikan belum selesai. Sejumlah pihak lain sedang dalam radar. Bisa jadi, daftar pemain akan bertambah. Karena seperti kata pepatah lama: satu koruptor tertangkap, sepuluh lainnya masih rapat koordinasi.
Para tersangka dikenai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya tidak main-main, bahkan bisa membuat mereka punya cukup waktu untuk baca ulang Pancasila dari sel tahanan.
Yang menyedihkan, ini bukan sekadar pelanggaran hukum ini pengkhianatan terhadap rakyat desa yang hanya ingin pelayanan dasar, jalan bagus, air bersih, dan perangkat desa yang tidak jadi calo proyek.
Kalau Bimtek ini mengajarkan apa-apa, mungkin pelajarannya adalah korupsi masih terus hidup, bahkan di balik seminar-seminar nasionalis yang penuh jargon kebangsaan.***