Scroll untuk baca artikel
TANGGAMUS

Dua Tahun Tanpa Air Bersih, Warga Putih Doh Tanggamus Mandi Harapan Menampung Gunung untuk Sekadar Hidup

×

Dua Tahun Tanpa Air Bersih, Warga Putih Doh Tanggamus Mandi Harapan Menampung Gunung untuk Sekadar Hidup

Sebarkan artikel ini
Ratusan kepala keluarga di dusun Sukamaju, Putih Doh, Cukuh Balak, Tanggamus, terpaksa menampung air dari mata air pegunungan, menempuh jarak berkilo-kilometer hanya demi seteguk yang layak diminum.- foto doc

TANGGAMUS – Sudah dua tahun lamanya warga Dusun Suka Maju, Pekon Putihdoh, Kecamatan Cukuh Balak, hidup dalam ironi yang pahit di negeri yang katanya kaya air, mereka justru kehausan.

Ratusan kepala keluarga di dusun ini terpaksa menampung air dari mata air pegunungan, menempuh jarak berkilo-kilometer hanya demi seteguk yang layak diminum.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Ironinya lagi, air bukan tak ada tapi tak sampai. Jaringan PAM pekon yang mestinya menjadi urat nadi kehidupan warga telah lama mati suri.

Bak penampungan bocor, pipa-pipa retak, sebagian tersumbat lumpur dan sampah.
Yang tersisa hanyalah deru jerigen plastik dan antrean panjang tiap pagi.

“Air sumur di sini asin, mengandung mineral tinggi. Tidak layak diminum, apalagi buat anak kecil. Tapi mau bagaimana, kami tidak punya pilihan,” ujar Dul, warga setempat, Selasa (11/11/2025).

BACA JUGA :  Derita Warga Cukuh Balak Ratusan Rumah Terendam, Sungai Dangkal Tak Kunjung Diperbaiki

Dul berbicara sambil menunjuk sumur di depan rumahnya yang airnya berwarna kekuningan. “Kalau buat mandi masih bisa. Tapi buat minum, rasanya kayak laut pindah ke dapur,” candanya getir.

Musim kemarau panjang memperparah keadaan. Air pegunungan yang mereka andalkan menipis, sementara saluran bantuan dari pemerintah belum juga mengalir bahkan dalam bentuk janji.

“Air bersih itu kebutuhan dasar, bukan kemewahan,” tegas Agus, warga lainnya.
“Kami bukan minta kolam renang, hanya ingin air untuk masak dan wudu. Setiap hari antre bawa jerigen, airnya kecil, harus ditampung dulu. Itu pun rebutan.”paparnya.

Bagi warga Suka Maju, hidup kini seperti ujian kesabaran berbasis air. Mereka menakar setiap tetes dengan bijak: segayung untuk cuci piring, setetes untuk doa.

Sementara itu, pemerintah pekon dan daerah disebut belum menunjukkan langkah nyata. “Katanya mau diperbaiki, tapi entah kapan. Yang datang cuma survei, bukan solusi,” kata Dul lagi, separuh bercanda, separuh lelah.

BACA JUGA :  Edaran Mutasi Pegawai BKPSDM Tanggamus Heboh di Grup WA Kepala Sekolah, Nomor yang Tertera Langsung ‘Mengiyakan’

Warga berharap pemerintah turun tangan segera memperbaiki jaringan air bersih yang rusak, membangun sumber alternatif, atau minimal menyalurkan bantuan air bersih sementara.

Karena bagi mereka, air bukan sekadar sumber kehidupan, tapi juga simbol perhatian negara terhadap warganya.

“Jangan biarkan kami terus hidup dengan air mata. Karena kalau pun itu cair, tetap bukan air bersih,” pungkas seorang warga sambil tertawa kecil tawa yang kering seperti sumur di belakang rumahnya.

Kekeringan di Suka Maju bukan sekadar urusan pipa bocor atau bak penampung rusak. Ini cermin dari krisis yang lebih dalam, gagalnya tata kelola air di tingkat lokal.

Air bersih seringkali dianggap urusan teknis, padahal ia adalah ukuran paling jujur dari kehadiran negara.

BACA JUGA :  Tumpukan Sampah Menggunung di Pasar Wonosobo, Pedagang Mengeluh “Sudah Bau Menyengat, Tak Ada yang Angkut!”

Dua tahun tanpa air di satu dusun bukan karena Tuhan sedang pelit hujan, tapi karena sistem tidak berjalan. Anggaran ada, program sanitasi dijanjikan, tetapi hasilnya menguap sebelum sampai ke keran warga.

Sementara itu, masyarakat dipaksa berinovasi dengan jerigen, drum bekas, dan doa panjang setiap sore.

Di atas kertas, pemerintah bicara soal pembangunan berkelanjutan. Tapi di Suka Maju, yang berkelanjutan hanyalah kehausan.

Jika air adalah hak asasi, maka setiap tetes yang hilang seharusnya menjadi gugatan moral bagi mereka yang berwenang.

Air mungkin benda cair, tapi krisis air selalu kental dengan birokrasi, janji, dan ironi. Dan selama yang mengalir hanya rapat dan rencana, bukan air bersih, warga Suka Maju akan terus menampung gunung, meneguk sabar, dan menunggu negara turun hujan.***