BEKASI – Dugaan praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) dalam proses pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di lingkungan pendidikan Kota Bekasi kembali mengemuka. Kali ini, sorotan publik tertuju pada seorang guru berinisial NBG di SDN Pengasinan 2, Kecamatan Rawalumbu, setelah temuan investigasi Lembaga Pemberantasan Korupsi (LPK) memunculkan sejumlah kejanggalan serius.
Aktivis LPK, Muhammad Yusuf, menyebut rangkaian temuan itu terlalu sistematis atau terlalu berani untuk dianggap sebagai kebetulan. Dari hasil investigasi, NBG diketahui merupakan anak kandung kepala sekolah SDN Pengasinan 2. Bila di dunia pendidikan lazim bagi orang tua mendidik anaknya, mengangkat anak sendiri menjadi P3K tentu memerlukan kreativitas yang jauh lebih tinggi. Situasi ini, menurut Yusuf, jelas perlu ditelusuri.
Selain hubungan keluarga, LPK juga mempertanyakan keaktifan NBG sebagai tenaga pendidik. Informasi yang dihimpun lembaga tersebut menunjukkan bahwa sehari-hari NBG justru berperan sebagai ibu rumah tangga, sementara suaminya adalah guru olahraga di sekolah yang sama. Pola seperti ini memunculkan pertanyaan publik: apakah rekrutmen P3K kini berubah menjadi rekrutmen “P3Keluarga”?
Tak kalah penting, LPK menyoroti dugaan ketidakcocokan masa kerja. Padahal, aturan mengharuskan pelamar P3K jalur honorer memiliki pengalaman minimal dua tahun atau empat semester berturut-turut dan tercatat sah dalam Dapodik. Yusuf menilai NBG diduga belum memenuhi syarat tersebut, namun tetap diloloskan. “Ini menambah daftar kejanggalan,” ujarnya.
Menurut Yusuf, indikasi KKN tidak hanya mengarah pada kepala sekolah, tetapi juga diduga melibatkan pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bekasi. “Kami melihat pola yang bisa merusak integritas sistem pendidikan dari akar hingga pucuk,” tegasnya.
LPK mendesak Dinas Pendidikan dan Inspektorat untuk turun tangan melakukan audit menyeluruh. “Jika terbukti, pengangkatan NBG harus dibatalkan, dan semua pihak terkait mesti diberi sanksi tegas,” ujarnya. Ia menambahkan, integritas dunia pendidikan tidak boleh dikalahkan oleh hubungan keluarga atau permainan data.
LPK juga menyiapkan langkah lebih jauh dengan membawa kasus ini ke Kejaksaan Negeri Kota Bekasi. Lembaga penegak hukum itu sendiri belakangan memang dibanjiri laporan dugaan korupsi dari sektor pendidikan—seolah pekerjaan rumah yang menumpuk tak ubahnya berkas ujian yang belum dikoreksi.
Di sisi lain, pihak sekolah memilih bungkam. Ketika Metro Bekasi mencoba meminta konfirmasi, kepala sekolah disebut sedang rapat di luar. Namun, suasana mendadak tegang ketika pertanyaan mengarah pada NBG. Salah satu guru yang enggan disebutkan namanya berkata singkat, “Saya nggak berani statement, Bang.” Sebuah jawaban yang justru menggambarkan atmosfer internal sekolah lebih gamblang daripada penjelasan resmi apa pun.
Kini, publik menunggu langkah tegas dari lembaga pengawas dan penegak hukum. Harapannya, dugaan KKN ini tidak berhenti sebagai bisik-bisik di koridor sekolah. Karena pada akhirnya, integritas dunia pendidikan harus lebih kuat daripada relasi keluarga, jabatan, atau kelicikan memanfaatkan celah aturan. ***













