LAMPUNG TIMUR — Ketika perusahaan seharusnya menjadi mitra bagi pekerja, kasus di PT Pesona Sawit Makmur 2 (PSM 2) justru memperlihatkan sebaliknya, penunjukan langsung serikat pekerja yang rawan konflik, tanpa transparansi, dan meninggalkan banyak pertanyaan hukum.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (F-SPSI) NIBA Kecamatan Sekampung Udik (Sekudik), Ali Usman, secara tegas menyoroti masuknya Serikat Buruh Bongkar Muat (SBBM) Abadi Jaya Sejahtera Lampung ke PSM 2 melalui mekanisme tunjuk langsung oleh perusahaan, tanpa melalui prosedur formal yang berlaku.
Serikat pekerja yang telah lama bermitra, menyalurkan tenaga kerja, dan mengurus hak anggota F-SPSI NIBA mendadak disampingkan, digantikan serikat baru yang datang tiba-tiba lewat penunjukan langsung perusahaan.
“Kami sudah lama bermitra, mengajukan permohonan kerja sama, tapi tidak diberikan kejelasan. Tiba-tiba perusahaan menunjuk langsung SBBM, yang keberadaannya saja belum jelas. Ini membuat kami merasa disampingkan,” ujar Ali, kepada Wawai News, Sabtu (22/11).
Ali, akrab disapa Ali K, menegaskan bahwa tindakan perusahaan menyisihkan SPSI NIBA yang telah lama bekerja sama dan memiliki anggota aktif di PSM 2, menimbulkan kecurigaan akan potensi pelanggaran prosedur penggunaan organisasi tenaga kerja di wilayah mereka.
Lebih lanjut, ia meminta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lampung Timur turun tangan segera untuk memeriksa legalitas dan administrasi SBBM, termasuk memanggil manajemen perusahaan yang memberi penunjukan langsung tersebut.
SBBM ini sudah beraktivitas, tapi legalitasnya belum jelas. Kantornya saja tidak ada di Lampung Timur. Karena itu kami minta Disnaker memeriksa administrasi dan legalitasnya secara lengkap,” tegas Ali.
SBBM Klaim Legalitas, Tanpa Bukti Konkret
Sementara itu, Ketua SBBM Abadi Jaya Sejahtera, Angga Brawijaya, menyatakan bahwa organisasi mereka diterima di perusahaan berdasarkan permintaan manajemen PSM 2 dan mengklaim legalitas lengkap.
“Pihak perusahaan yang meminta kami. Untuk legalitas tentu kami ada. Tidak mungkin diterima kalau tidak jelas,” kata Angga.
Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci status pendaftaran SBBM di Disnaker Lampung Timur, meninggalkan pertanyaan terbuka soal kepatuhan administratif dan perlindungan hukum bagi anggotanya.
Kecelakaan Kerja dan Perlindungan Buruh yang Diragukan
Selain masalah legalitas, Ali juga menyoroti isu serius terkait keselamatan buruh bongkar muat di PSM 2. Menurutnya, ada laporan kecelakaan kerja yang tidak mendapatkan penanganan layak, bahkan pekerja hanya diminta beristirahat atau berhenti tanpa kompensasi.
“Bagaimana organisasi bisa dianggap resmi kalau hal-hal dasar seperti keselamatan dan perlindungan tenaga kerja diabaikan?” ujar Ali.
Menurut Ali, fungsi serikat pekerja bukan sekadar tanda di atas kertas, tetapi melindungi hak dan keselamatan anggota di lapangan.
Disnaker Diminta Tegas
F-SPSI NIBA mendesak Disnaker Lampung Timur untuk segera menindaklanjuti, memeriksa legalitas SBBM, dan meminta klarifikasi manajemen PSM 2 terkait prosedur penunjukan.
“Kalau ada serikat baru masuk, harus jelas legalitasnya. Jangan sampai perusahaan mengabaikan serikat yang sudah lama bermitra dan justru memilih organisasi yang belum jelas statusnya,” tutup Ali.
Kontroversi Berlanjut: Dugaan Pungli di Lapangan oleh Perwakilan SBBM
Di tengah kontroversi penunjukan SBBM Abadi Jaya Sejahtera Lampung di PSM 2, Ali Usman juga menyoroti peristiwa yang baru terjadi dan menambah panas kasus ini. Dua orang yang dikirim oleh SBBM ke PSM 2, dengan dalih mencatat tonase proses bongkar sawit, justru terlibat dugaan pungutan liar (pungli) di lapangan.
Dua orang tersebut tegas Ali, sempat ditangkap warga saat diduga melakukan penarikan uang Rp15 ribu per truk di parkiran. Keduanya kemudian diserahkan ke Polsek Sekampung Udik. Ironisnya, SBBM kemudian mengeluarkan pernyataan materai yang menyebut bahwa keduanya hanya bertugas mencatat tonase, namun surat pernyataan baru diterbitkan setelah kejadian tangkap tangan warga yakni 18 November 2025.
Salah satu pelaku, saat diintrogasi warga, mengaku bahwa mereka disuruh oleh oknum tertentu dari organisasi tersebut. Ali menekankan, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan serius terkait integritas dan akuntabilitas SBBM, apalagi dalam konteks penunjukan langsung yang selama ini sudah dipersoalkan F-SPSI NIBA.
“Ini bukan sekadar soal legalitas di atas kertas. Kalau di lapangan terjadi pungli, penugasan tidak jelas, dan oknum bisa menyuruh staf melakukan hal seperti ini, bagaimana pekerja bisa percaya dan terlindungi?” tegas Ali.
Kasus ini memperkuat tuntutan F-SPSI NIBA agar Disnaker Lampung Timur segera turun tangan, memeriksa seluruh mekanisme penunjukan, serta menelusuri dugaan pelanggaran yang terjadi di lapangan. Kejadian ini juga menambah tekanan publik terhadap manajemen PSM 2 untuk memberikan klarifikasi terbuka, karena hingga kini perusahaan belum memberikan respons resmi.
Hingga berita ini diturunkan, manajemen PSM 2, termasuk Manager Victor, belum memberikan tanggapan meski beberapa kali dihubungi. Keheningan perusahaan menambah tanda tanya publik: apakah ini praktik tunjuk langsung yang sah, atau bentuk pengabaian terhadap serikat yang telah eksis?***












