KOTA BEKASI — Forum Masyarakat Cinta Bekasi (FMCB) menepis tudingan yang menyebut kelompok pendukung kebijakan Pemerintah Kota Bekasi sebagai buzzer bayaran. Bagi mereka, suara dukungan warga terhadap pemerintah daerah bukanlah praktik propaganda, melainkan bentuk partisipasi publik yang sah dan dijamin konstitusi.
“Kami bukan buzzer. Kami berbicara dalam kerangka hukum dan demokrasi. Kalau memang ada pelanggaran, laporkan saja ke penegak hukum. Negara sudah menyediakan mekanismenya. Jangan membangun narasi untuk membungkam orang yang berpikir berbeda,” tegas Bang Roy, perwakilan FMCB, di Bekasi, Sabtu (9/11/2025).
Pernyataan itu disampaikan FMCB menanggapi isu yang belakangan mencuat, menyusul kritik keras dari Forum Perjuangan Rakyat (FOPERA) yang menyindir kepemimpinan Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, dengan sebutan “Kota Bekasi bukan kerajaan.”
Menurut Roy, cara pandang seperti itu berpotensi menyesatkan publik dan mereduksi makna demokrasi yang sejatinya membuka ruang bagi perbedaan pandangan, baik dalam bentuk kritik maupun dukungan.
“Dalam negara hukum yang demokratis, setiap warga negara punya hak yang sama untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk memberi dukungan kepada kebijakan pemerintah daerah selama dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Ia menegaskan, dasar hukum atas kebebasan tersebut jelas termaktub dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyebut, ‘Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.’
“Jadi kalau kami menyampaikan dukungan kepada Wali Kota Bekasi Pak Tri Adhianto dan Wakil Wali Kota Pak Haris, itu bukan karena kami dibayar atau diarahkan, tapi karena kami melihat komitmen kerja nyata, transparansi, dan kesungguhan mereka membangun kota ini,” lanjutnya.
FMCB juga menilai bahwa pelabelan ‘buzzer’ terhadap warga yang bersuara positif justru merupakan bentuk pembatasan ekspresi politik dan sosial masyarakat, yang bertentangan dengan semangat reformasi.
“Yang kami lakukan ini justru bagian dari kontrol sosial yang konstruktif. Demokrasi itu bukan hanya hak untuk mengkritik, tapi juga hak untuk mendukung. Dua-duanya sah, asal berlandaskan data, fakta, dan niat baik,” kata Roy.
Ia menambahkan, dukungan yang diberikan masyarakat kepada Pemkot Bekasi adalah bentuk kepercayaan atas kerja nyata yang terlihat di lapangan mulai dari perbaikan infrastruktur, pelayanan publik, hingga penguatan program sosial yang menyentuh masyarakat bawah.
“Kalau ada pihak yang menilai ada pelanggaran, silakan buktikan secara hukum. Tapi jangan asal menuduh atau memberi label negatif kepada warga yang berpikir positif untuk kemajuan kotanya,” pungkas Roy.
FMCB menegaskan bahwa perbedaan pandangan politik harus dilihat sebagai tanda bahwa demokrasi masih hidup di Kota Bekasi bukan sebagai alasan untuk saling menegasikan.
“Justru ketika ada kritik dan dukungan berjalan berdampingan, itulah demokrasi yang sehat. Karena Bekasi ini bukan kerajaan, tapi juga bukan arena fitnah. Ini rumah besar kita semua,” tutup Roy dengan tegas.***












