TANGGAMUS – Jumat malam (26/9/2025), bumi di Kabupaten Tanggamus mendadak goyang. Bukan karena dangdut koplo, tapi karena gempa berkekuatan 4,5 magnitudo yang bikin warga Semaka terpaksa berhitung ulang berapa genteng yang masih menempel di atap.
BPBD Lampung mencatat, 11 rumah rusak, satu hancur berat, enam remuk sedang, dan empat cuma retak-retak tipis macam kerupuk melempem. Untungnya, tak ada korban jiwa, meski jantung sebagian warga sempat berpacu lebih kencang daripada mesin bajaj.
“Lokasi terdampak ada di Desa Sidodadi, Tugu Rejo, dan Karang Rejo. BPBD sudah turun sejak semalam untuk assessment,” ujar Wahyu Hidayat, analis bencana BPBD, dengan nada serius yang mungkin sudah dihafal di setiap konferensi pers bencana.
Wahyu menjelaskan bahwa gempa bumi ini termasuk kategori sudden onset alias bencana “dadakan”. Bedanya dengan banjir, kalau banjir itu semacam selebgram: penuh drama, ada countdown, biasanya diumumkan dengan hujan deras berhari-hari. Sedangkan gempa? Datang secepat tagihan listrik di awal bulan tanpa aba-aba.
Karena sifatnya tiba-tiba, BPBD mengingatkan masyarakat yang tinggal di sepanjang jalur Sesar Semangko untuk jangan cuma pasrah.
“Ada atau tidaknya gempa susulan kita tidak bisa prediksi. Tapi ya jangan tunggu rumah jadi puing baru sadar pentingnya siaga,” kata Wahyu.
Bagi yang masih ingat, gempa Liwa tahun 1994 adalah bukti nyata kalau jalur Sesar Semangko ini bukan jalur sehat-sehat saja.
Maka, kabupaten yang ada di jalur ini Lampung Barat misalnya sebaiknya jangan sibuk bikin spanduk “Kami Siap Siaga” tanpa pernah latihan evakuasi beneran.
BPBD menekankan, kesiapsiagaan itu kunci. Jangan cuma dihafal buat lomba pidato 17 Agustus. Minimal siapkan tas siaga berisi air minum, makanan ringan, obat-obatan, senter, sampai dokumen penting. Kalau bisa ditambah powerbank, karena hidup tanpa listrik itu lebih bikin panik ketimbang guncangan.
Latihan evakuasi juga jangan dianggap aib. Lebih baik lari-lari kecil sekali sebulan daripada lari beneran pas rumah sudah roboh.
Singkatnya, gempa bumi di Tanggamus ini mengingatkan kita bahwa alam selalu punya cara sarkastis untuk bilang: “Eh, manusia, jangan terlalu santai. Aku bisa goyang kapan saja.”
Kalau warga sudah siaga, mungkin gempa cuma jadi cerita di warung kopi, bukan headline duka.***