Scroll untuk baca artikel
Lampung

Gubernur Lampung: “AI Bisa Nulis, Tapi Tak Punya Nurani” Media Diminta Tak Kehilangan Kemanusiaan di Era Digital 5.0

×

Gubernur Lampung: “AI Bisa Nulis, Tapi Tak Punya Nurani” Media Diminta Tak Kehilangan Kemanusiaan di Era Digital 5.0

Sebarkan artikel ini

BANDAR LAMPUNG — Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal membuka kegiatan Santiaji Jurnalistik dan Kehumasan Bongkar Post Group 2025 di Ballroom Hotel Horison, Sabtu (18/10/2025), dengan pesan menohok, “AI boleh pintar, tapi jangan sampai manusia malah jadi bodoh secara emosional.”

Kegiatan dua hari yang mengusung tema “Perkuat Citra Positif Institusi Bisnis dan Pemerintahan melalui Pilar Jurnalistik dan Kehumasan di Era Digital 5.0” ini dibuka dengan pemakaian atribut peserta oleh Gubernur secara simbolis sebuah ritual klasik yang entah kenapa selalu bikin suasana tampak lebih “resmi”.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dalam sambutannya, Rahmat mengapresiasi Bongkar Post Group yang disebutnya “masih mau repot memikirkan nasib citra lembaga” di tengah dunia digital yang sibuk berlomba bikin viral.

“Temanya kontekstual, karena hari ini citra lembaga itu bisa runtuh bukan karena korupsi, tapi karena typo di caption Instagram,” ujarnya menyindir realitas komunikasi publik hari ini.

AI Itu Alat, Bukan Roh Kudus

Lebih jauh, Rahmat menegaskan bahwa teknologi termasuk AI hanya sebatas tools, bukan roh pengganti nurani.

“AI bisa bikin berita, bisa bikin suara mirip saya, tapi AI tak bisa meniru empati. Ia tak punya rasa bersalah kalau salah kutip. Hanya manusia yang bisa salah dan menyesal sekaligus,” katanya disambut tawa para peserta.

Rahmat mengingatkan, komunikasi publik tanpa kemanusiaan hanya akan melahirkan informasi dingin: cepat tersebar, tapi miskin makna.

“Empati, niat baik, semangat tulus itu yang tak bisa dikodekan dalam algoritma,” tegasnya.

Wartawan Senior, Tolong Jadi “Firewall Moral”

Gubernur juga menyinggung pentingnya peran wartawan senior agar tetap menjadi “role model”, bukan sekadar “role caption” di media sosial.

“Jangan sampai yang muda belajar clickbait, bukan etika. Media itu masih tentang kepenulisan, bukan kecepatan menyalin,” ujarnya, mengingatkan bahwa kecepatan berita tanpa kedalaman ibarat mie instan tanpa bumbu cepat jadi, tapi hambar.

Gubernur Mirza menegaskan peran penting humas dan media dalam membentuk arah berpikir publik.

“Berita sekarang bisa bikin gempa kepercayaan publik dalam hitungan detik. Maka, humas harus paham dia bukan sekadar jembatan, tapi juga penjaga lalu lintas persepsi. Jangan sampai yang lewat cuma berita setengah matang,” sindirnya.

Ia mengingatkan bahwa humas yang baik bukan hanya menyebarkan rilis positif, tapi juga membangun rasa percaya dua arah.

“Humas itu bukan penyambung lidah, tapi penyambung rasa. Kalau masyarakat belum paham, berarti bukan rakyatnya yang kurang update tapi humasnya yang gagal menjelaskan,” lanjutnya.

Bukan Seremoni, Tapi Survival Class

Menutup sambutannya, Gubernur Rahmat mengajak seluruh insan pers dan humas agar menjadikan kegiatan ini bukan sekadar “event selfie berjamaah”, tapi ruang tumbuh bersama menghadapi era digital yang semakin brutal.

“Belajar dan adaptasi adalah vaksin utama dari kepunahan profesi. Pemerintah tidak ingin jadi fosil di tengah revolusi teknologi,” ujarnya lugas.

Ia menegaskan Pemerintah Provinsi Lampung membuka ruang kolaborasi dengan media dan praktisi humas.

“Media bukan lawan narasi, tapi mitra strategis. Kalau narasi pemerintah keliru, tolong luruskan, bukan dijadikan bahan roasting meski saya tahu, kadang roasting itu lebih efektif daripada sosialisasi formal,” tutupnya disambut tawa dan tepuk tangan peserta.

Di tengah gempuran AI, rupanya yang paling perlu di-upgrade bukan sistem digital, tapi sistem kejujuran. Sebab, di era 5.0 ini, manusia memang kalah cepat dari mesin tapi masih bisa menang kalau punya hati dan akal sehat yang tidak bisa di-copy paste.***

SHARE DISINI!