Scroll untuk baca artikel
Lingkungan Hidup

Gunung Balak Makin Kritis, Warga Empat Kecamatan di Lamtim Dukung Wacana Penghijauan

×

Gunung Balak Makin Kritis, Warga Empat Kecamatan di Lamtim Dukung Wacana Penghijauan

Sebarkan artikel ini
Penampakan gunung Balak, diambil dari lokasi Register 38 Desa Bandar Agung, Kabupaten Lampung Timur, Selasa (4/1/2022)- foto Bang Jali
Penampakan gunung Balak, diambil dari lokasi Register 38 Desa Bandar Agung, Kabupaten Lampung Timur, Selasa (4/1/2022)- foto Bang Jali

Awal tahun 1996, anggotaKomnas HAM Albert Hasibuan SH dan Mayjen (purn.) Soegiri memberikan penjelasan kepada pejabat daerah,pers, dan warga bahwa dari hasil dialog Komnas HAM dengan sejumlah departemen di Jakarta kasus lebih ini mengarah kepada masalah lingkungan hidup karena itu penyelesaiannya memerlukan persetujuari Menteri Lingkungan Hidup.

Komnas HAM juga telah menyampaikan usulan kepada
Menteri Kehutanan Djamaloedin Suryo hadikusumo untuk mengesahkan kepemilikan 714 ha tanah di Desa Bandar Agung, Sidorejo, dan Brawijaya.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Usulan itu oleh Menhut kemudian dikonsultasikan kepada Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusuma Atmadja, yang kemudian menyetujuinya (Lampost 25/1/91).

Pada tanggal 26 Mei 1998, Pengadilan Negeri Metro menghukum Karta (50), penduduk Desa Labuhan Ratu II WayJepara, dengan hukuman 5 bulan penjara karena mendirikan gubuk dan menebang pohon sonokeling di Register 38 Gunung Balak sejakJuni 1997 hingga Pebruari 1998 saat ia ditangkap petugas jagawana.

la dinyatakan bersalah melanggar pasal 6 jo pasal 9 jo pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985. Melalui sidang yang terpisah Pengadilan Negeri Metro juga menghukum Yuni (24), juga warga Desa Labuhan Ratu II Way Jepara, dengan hukuman 5 bulan 15 hari.

BACA JUGA :  Walhi: Pencemaran Berulang di Way Sekampung, Bukti Adanya Pembiaran oleh Pemerintah

la terbukti bersalah menebangi tanaman reboisasi di hutan lindung Gunung Balak tanpa izin (Lampast 20/5/98).

Pada tanggal 22 Juni 1998 ratusan penduduk Purwokencono Yabakti mendatangi Kantor DPRD Tk. l Lampung. Mereka lalu menduduki kantor dan mendesak agar tanah mereka yang telah dtetapkan sebagai kawasan hutan eacth ment area Danau Way Jepara dikembalikan (Lampost 23/6/98).

Selain diterima oleh anggota DPRD penduduk juga diœrima oleh kepala Dinas Kehutanan Ir. Syamsuddin Rahmat dan Kepala Kanwil Kehutanan Ir. Adjat Sudradjat.

Hasil pertemuan itu adalah Kepala Dinas dan Kepala Kanwil akan menemui Menteri untuk meneruskan tuntutan warga.

Tanggal 8 Juli 1998 Menteri Kehutanan Dr. Muslimin Nasution mengeluarkan SKMenteri Kehutanan No. 545/Kpts-II/98 yang isinya melepaskan 4.560 ha kawasan hutan Gunung Balak untuk digarap
kembali oleh penduduk (Lampost 1/7/98).

Alasannya karena pemerintah tidak mempunyai biaya ganti rugi penambahan area1 kawasan hutan tersebut, dengan demikian luas kawasan hutan Gunung Balak kembali berkurang dari 24.248 ha menjadi 19.680 ha.

Tanggal 3 Agustus 1998 sekitar 1000 penduduk Desa Brawijaya, Sidorejo, dan Bandar Agung menggunakan 20 mobil truk dan enam mobil pick-up mendatangi kantor Gubemur dan menggelar demonstrasi.

BACA JUGA :  DUH, Anggota DPRD Lampung Timur Tebang Kayu Sonokeling Kawasan Register 38

Mereka menuntut pengembalian areal lahan usaha tani, perumahan, sekolah dan fasilitas Iain yang sudah ditanami tanaman sonokeling dalam rangka penghutanan kawasan hutan Register 38 Gunung Balak.

Wakil penduduk Amruri, Ashadi, RA Gani, Nengah Ngayon, Sumarman, Sudirman Latief, dan Mursid Rifai diterima Sekwilda Herwan Achmad, Kepala Kanwil Dephut Ir. Adjat Sudradjat, dan Kepala Dinas Kehutanan Ir. Syarnsuddin Rahmat.

Hasil pertemuan tersebut adalah pemerintah daerah berjanji akan memberi jawaban selambat-Iambatnya enam bulan, karena keputusan tersebut adalah kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Kehutanan.

Bersama warga dari daerah-daerah Iain, ribuan penduduk Gunung Balak kembali datang dalam demonstrasi besar-besaran di Kantor Gubemur pada tanggal 26-27 Agustus 1998.

Hasilnya adalah pembentukan Tim 13 yang terdiri dari pejabat Pemda dan wakil-wakil DRL (Dewan Rakyat Lampung), yang bertugas mencari cara penyelesaian tercepat yang bisa dilakukan.

Bulan Januari 1999, Tim 13 menghasilkan kesepakatan akan memenuhi tuntutan masyarakat agar desa-desa yang ada dikeluarkan dari kawasan hutan.

Reboisasi-Reboisasi kawasan hutan Gunung Balak mulai dilaksanakan tahun 1983 – 1984 melalui prograrn ABRI Manunggal Reboisasi (AMR) dan melalui proyek swakelola yang dikerjakan sendiri oleh instansi kehutanan. Jenis tanaman yang ditanam kebanyakan sonokeling.

BACA JUGA :  Camat Wonosobo Kesal Lihat Gunungan Sampah di Siring Betik

Lokasi reboisasi terutama pada catch-ment area Danau Way Jepara. Sampai tahun 1995 melalui AMR telah dikerjakan reboisasi seluas 5.450 ha dan secara swakelola seluas 3.289 ha, sehingga luas keseluruhan areal yang direboisasi 8.739 ha.

Meskipun penduduk telah dipindahkan, reboisasi sudah dilakukan, dan petugas jagawana ditempatkan untuk mengamankan, tidak berarti kondisi kawasan hutan Gunung Balak mengalami perbaikan yang berarti.

Tahun 1996, di bekas desa-desa yang sudah dikosongkan dan direboisasi masih dapat dijumpai rarusan KK penduduk yang menggarap lahan dan mendirikan gubuk-gubuk yang tersebar dilokasi-Iokasi yang belum direboisasi, yang sudah direboisasi tetapi pohonnya mati, atau menanam disela-sela tanaman reboisasi yang bertahan hidup.

Mereka kebanyakan menanam tanaman cepat panen
seperti padi, jagung, kedelai, cabe, dan sayuran. Ada juga warga yang hanya menyadap nira kelapa dan membuat gula merah.

Lokasi yang kembali digarap dan dihuni penduduk dalam jumlah yang cukup banyak (ratusan KK) adalah sekitar bekas Desa Ogan Jaya dan sekitar Rawa Way Abar Bahkan, di bekas desa Yabakti Purwokencono sejak 1994 terdapat 400 KK yang membuka ratusan hektar ladang tanaman palawija pada bekas areal tanaman reboisasi sonokeling (Lampost 24/6/96).***