CIANJUR — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meresmikan dimulainya rekonstruksi Situs Megalitikum Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Senin (15/12/2025).
Peresmian ini menandai babak baru pelestarian Gunung Padang bukan lagi sekadar narasi budaya yang berpindah dari satu rezim ke rezim berikutnya, melainkan proyek nyata yang mulai berjalan.
Dedi Mulyadi, yang akrab disapa KDM, menegaskan bahwa negara tidak boleh setengah hati dalam merawat peninggalan sejarah. Baginya, urusan anggaran bukan alasan untuk menunda pelestarian peradaban.
“Negara bertanggung jawab penuh terhadap rekonstruksi peninggalan sejarah. Biaya harus tersedia. Kalau tidak tersedia, harus disediakan,” tegas KDM.
Pernyataan ini sekaligus menjadi sindiran halus terhadap praktik lama yang kerap menjadikan keterbatasan anggaran sebagai dalih sementara waktu terus menggerus nilai sejarah.
KDM menyebut rekonstruksi Gunung Padang sebagai realisasi dari mimpi panjang yang selama ini hanya diwariskan lewat pidato dan wacana.
“Semoga hari ini bisa terwujud. Kita tidak lagi bicara mana kewenangan Kementerian Kebudayaan, mana kewenangan Provinsi, mana kewenangan Kabupaten. Semua ini adalah hak dan kewajiban kita bersama. Yang berbeda hanya nomenklatur pembiayaan,” ujarnya.
Dengan kalimat itu, KDM seperti menutup satu bab klasik birokrasi: perdebatan lintas kewenangan yang sering kali lebih panjang dari usia programnya sendiri.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kata KDM, menyatakan kesiapan untuk bersinergi dengan pemerintah pusat dan Pemkab Cianjur. Skema kolaborasi APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten diyakini mampu menopang rekonstruksi situs yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional tersebut.
“Saya ucapkan terima kasih. Rekonstruksi Gunung Padang dikawitan dimulai,” ucapnya singkat, namun sarat makna.
Dalam kesempatan itu, KDM juga mengulas makna filosofis Gunung Padang. Menurutnya, nama situs tersebut mencerminkan cara pandang leluhur Nusantara terhadap peradaban dan alam semesta.
“Gunung itu puncak tertinggi dari sebuah peradaban. Padang itu alam yang luas. Ini bukan sekadar situs, tapi cara manusia masa lalu memandang kehidupan,” jelasnya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa Gunung Padang bukan hanya objek wisata atau komoditas sejarah, melainkan penanda kecanggihan berpikir leluhur yang kerap direduksi menjadi sekadar tumpukan batu andesit.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Iendra Sofyan, menegaskan dukungan penuh Pemprov Jabar terhadap rekonstruksi tersebut.
Ia menyebut status Gunung Padang sebagai Cagar Budaya Nasional menjadi landasan kuat untuk pengembangan berbasis riset dan pelestarian.
“Kegiatan ini akan menggali lebih dalam informasi sejarah masyarakat masa lalu,” katanya.
Iendra juga menyoroti potensi ekonomi budaya yang menyertai rekonstruksi ini. Selain memperkaya ilmu pengetahuan, Gunung Padang diharapkan menjadi magnet wisata unggulan Jawa Barat.
“Ini juga bisa menjadi daya tarik wisata, apalagi kini didukung akses kereta api melalui program West Java Traincation,” pungkasnya.
Rekonstruksi Gunung Padang pun kini resmi dimulai. Publik berharap proyek ini tidak berhenti di seremoni pembukaan, tetapi benar-benar menjadi tonggak pelestarian sejarah agar situs tertua Nusantara ini tak lagi hanya hidup dalam wacana, melainkan berdiri kokoh sebagai warisan peradaban yang dirawat dengan keseriusan zaman kini.***












