TANGGAMUS – Keberadaan bangunan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), di Pekon Sumur Tujuh Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus, Lampung, menuai pertanyaan masyarakat. Pasalnya sejak tahun 2017 hingga kini airnya belum mengalir.
Pembangunan Pamsimas tersebut merupakan program pemerintah pusat dan daerah untuk pengadaan air bersih dan air minum yang berstandar kesehatan untuk masyarakat dengan nilai anggaran sebesar Rp240 juta dan disubsidi dari pemerintah pekon setempat sebesar Rp50 juta.
Menurut keterangan warga Pekon Sumur Tujuh, Pamsimas dibangun pada Tahun 2017 di lokasi perkebunan warga Pekon setempat, sumber mata air bukan dari pegunungan tetapi dari resapan air hujan yang berada di sekeliling perkebunan, bahkan sumber mata air tersebut adalah pembuangan air hujan yang dikumpulkan di penampungan.
Salah satu warga pekon setempat, Sabar mengaku pada Wawai News bahwa ia merupakan salah satu pengurus pembangunan Pamsimas di pekon tersebut , tapi dirinya hanya sebatas pembersihan lokasi area mata air pembersihan jalur pipanisasi.
“Dulu saya pengurus Pamsimas itu bang, tapi mungkin, setelah dana nya cair, saya tidak dilibatkan lagi, sampai saat ini pembangunan Pamsimas itu gak jelas, bahkan masyarakat gak pernah merasakan air bersihnya” bebernya. Rabu (10/3/21).
Ditambahkan nya bahwa warga kecewa karena pihak pengurus Pamsimas tidak ada kejelasan, ia berharap mewakili masyarakat pekon setempat agar pengurus Pamsimas segera menyelesaikan pembangunan Pamsimas tersebut.
“Kami masyarakat kecewa, karena pengurus Pamsimas nya seolah mau lepas dari tanggung jawab, terbukti hingga saat ini masyarakat belum merasakan aliran air tersebut” pungkasnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Zubaidi, bahwa dirinya merasa kecewa saat ia akan menggunakan air bersih tersebut, sebab mengalirnya hanya setengah hari.
“Kemaren kan airnya ngalir, terus saya rencana mau mengaduk semen, setelah saya putar lagi kran airnya, udah gak ngalir lagi, itu cuma setengah hari ngalir airnya sejak tahun 2017 lalu” tandasnya kesal.
Saat Wawai News melakukan konfirmasi kepada ketua koordinator Pamsimas, Purwanto mengakui bahwa pembangunan Pamsimas tersebut memang belum selesai, hal itu terkendala faktor alam.
“Pamsimas dibangun Tahun 2017, tadinya mata airnya banyak, tapi setelah selesai di bangun, bendungan dan penampungannya, setelah itu mata airnya habis, sehingga airnya tidak bisa ngalir dari bendungan mata airnya ke bak penampungan” katanya. Kamis (11/3/21).
Diakuinya, anggaran bantuan dana Pamsimas tersebut senilai Rp 240 juta, di tambah subsidi dari Pemerintah Pekon sebesar Rp 50 juta, tapi pihaknya diharuskan untuk membuat SPJ sebesar Rp 350 juta.
“Bantuan dana Pamsimas itu Rp 240 juta, tapi kami harus meng SPJ kan sebesar Rp 350 juta, karena harus ada dana swadaya dari masyarakat, di subsidi dari dana desa Rp 50 juta di potong pajak Rp 9 juta, cuma yang kami terima cuma Rp 41 juta, sebenarnya dana itu cukup tapi kendalanya mata airnya habis waktu itu” ucapnya.
Purwanto menjelaskan bahwa pihaknya selalu berupaya agar Pamsimas tersebut bisa berjalan, tapi terkendala dengan dana sehingga para pengurusnya berswadaya untuk melakukan pengeboran pada tahun 2019 lalu.
“Sebenarnya itu bisa berjalan, tapi terkendala biaya, karena di Tahun 2019, kami melakukan pengeboran di dekat bak penampungannya, dan itu berhasil, keluar airnya, tapi karena dana itu tadi, kami gak bisa untuk beli KWH listriknya, dan baru 3 hari ini kami uji coba lagi menggunakan aliran listrik warga, dan airnya keluar” bebernya.