Scroll untuk baca artikel
TANGGAMUS

Harga Gabah Anjlok, Petani Sawah di Wonosobo Tanggamus Mengeluh

×

Harga Gabah Anjlok, Petani Sawah di Wonosobo Tanggamus Mengeluh

Sebarkan artikel ini
Foto: Petani di wilayah Kecamatan Wonosobo, Tanggamus saat memanen padi, (foto_doc/rus)

TANGGAMUS – Para petani sawah di Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Lampung, mengeluhkan anjloknya harga gabah yang dinilai tidak sebanding dengan harga beras di pasaran yang kini menembus Rp13.500 per kilogram.

Kondisi ini membuat petani semakin tertekan, terutama di tengah mahalnya kebutuhan pokok dan biaya produksi pertanian. Alih-alih harga naik ditengah melonjaknya harga beras, malah harga gabah semakin menurun.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sejumlah petani mengaku bingung dan kecewa karena hasil panen yang mereka harapkan tidak mampu menutupi biaya selama proses tanam hingga panen. Pasalnya, harga gabah terus mengalami penurunan, sementara harga kebutuhan sehari-hari di pasaran tidak pernah ikut turun, bahkan cenderung terus naik.

BACA JUGA :  Toilet Umum Taman Soekarno Kota Agung, Bau Prestasi, Kotor Tanpa Kompetisi!

“Harga beras tetap mahal, tapi gabah kami justru turun. Semua barang di toko sekarang mahal, mulai dari bawang, cabai, telur, ikan, sampai kebutuhan lainnya. Tidak ada lagi yang murah,” keluh Asrani, salah seorang petani sawah di Wonosobo, Minggu (28/12/2025).

Asrani mengatakan, harga gabah yang sebelumnya sempat mencapai Rp6.600 per kilogram kini turun drastis menjadi Rp5.800 per kilogram. Menurutnya, penurunan tersebut sangat merugikan petani.

“Setiap hari harga padi turun. Kemarin masih Rp5.950, hari ini turun lagi jadi Rp5.800. Kalau begini terus, kami petani selalu dirugikan,” ujarnya.

BACA JUGA :  Butuh Satu Jam, Residivis Curanmor di Tanggamus Dibekuk Polisi

Ia menambahkan, biaya bertani saat ini tergolong tinggi. Selama sekitar empat bulan menggarap sawah, petani harus mengeluarkan biaya besar untuk pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Ironisnya, harga pupuk dan obat pertanian justru semakin mahal.

“Nyawah itu tidak sebentar, empat bulan kami rawat sawah, butuh tenaga dan biaya besar. Tapi hasilnya tidak sesuai. Pupuk dan obat-obatan sekarang mahal semua,” ungkapnya.

Asrani juga menyoroti peran para tengkulak yang dinilai membeli gabah petani dengan harga yang tidak seimbang dengan harga beras di pasaran.

“Di daerah kami banyak tengkulak. Mereka beli padi tidak sebanding dengan harga beras sekarang. Kami petani yang selalu tertekan,” katanya.

BACA JUGA :  Sarjo Pemegang Kartu PKH di Sidomulyo, Hanya Dapat Beras

Para petani sawah di Wonosobo berharap pemerintah hadir untuk menstabilkan harga gabah agar sesuai dengan kondisi pasar dan harga beras. Mereka menilai, petani memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan dan swasembada pangan nasional.

“Jangan sampai petani terus-menerus dicekik. Padahal sumber pangan itu dari petani. Tanpa petani, pemerintah mau makan apa?” tegas Asrani.

Para petani berharap adanya kebijakan nyata dari pemerintah agar harga gabah dapat disesuaikan dan kesejahteraan petani benar-benar terwujud. ***