HONGKONG – Kebakaran besar yang melanda kompleks apartemen Wang Fuk Court di Tai Po, Hong Kong, pada Rabu (26/11/2025), kembali membuka luka lama tentang rapuhnya keamanan hunian bertingkat di kota yang selama ini dielu-elukan sebagai “puncak peradaban urban Asia”. Kenyataannya, api tampak jauh lebih cepat menjangkau warga ketimbang sistem perlindungan yang seharusnya menjaga mereka.
Sedikitnya 13 orang tewas, termasuk seorang petugas pemadam kebakaran berusia 37 tahun yang sempat hilang kontak sebelum ditemukan dengan luka bakar serius. Tragedi ini menjadi salah satu kebakaran hunian paling mematikan di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir.
Kebakaran pertama kali melumat perancah bambu di beberapa blok gedung. Perancah kuno yang menjadi “kebanggaan teknik bangunan” Hong Kong itu kali ini berubah menjadi sumbu raksasa yang menyulut api dari satu gedung ke gedung lain dengan kecepatan yang membuat warga tak sempat memikirkan apapun selain menyelamatkan diri.
Suara letupan bambu terbakar terdengar seperti rangkaian knalpot pecah, disusul kepulan asap hitam dari setidaknya lima dari delapan bangunan. Dalam hitungan menit, langit Tai Po berubah menjadi mural muram warna abu dan oranye.
“Tidak ada yang bisa dilakukan. Kami hanya berharap semua orang bisa selamat,” ujar So, warga 57 tahun, dengan suara bergetar. Dalam tragedi seperti ini, doa tampaknya menjadi satu-satunya alat bertahan hidup yang tersisa.
Api terus berkobar hingga malam, memancarkan cahaya jingga yang memantul di jendela gedung-gedung sekitarnya seindah pemandangan, setragis keadaan.
Petugas pemadam kebakaran mengakui mereka tidak bisa masuk ke gedung-gedung yang terbakar. Pernyataan yang terdengar jujur sekaligus mengerikan. Sementara itu, polisi menerima laporan warga yang masih terjebak, namun tak satu pun dapat dipastikan keselamatannya hingga langit menggelap.
Jumlah korban terluka mencapai 15 orang, dua di antaranya dalam kondisi serius. Jalan raya ditutup, dua tempat penampungan dibuka, dan hotline korban disiagakan. Namun nyala api tampak lebih dulu memberikan jawaban ketimbang otoritas.
Kompleks Wang Fuk Court memiliki hampir 2.000 unit apartemen dan dihuni lebih dari 4.600 orang, banyak di antaranya adalah lansia. Di wilayah sepadat ini, satu orang lambat melangkah berarti dua orang terjebak, dan sepuluh orang berisiko tertinggal.
Lansia, keluarga muda, pekerja malam, hingga penghuni yang sudah terlelap semuanya dipaksa berhadapan dengan kenyataan bahwa gedung tinggi tak selalu identik dengan keamanan tinggi.
Seorang penghuni yang tengah kebingungan hanya bisa berkata, “Api belum terkendali. Saya tidak tahu harus berbuat apa.”
Kalimat sederhana yang menunjukkan bahwa pada titik tertentu, teknologi, protokol keamanan, dan status Hong Kong sebagai pusat finansial dunia sama sekali tak berarti jika nyala api sudah lebih cepat dari sistem mitigasi.
Walau kebakaran besar semakin jarang terjadi dalam beberapa dekade terakhir, insiden pada April, Mei, Oktober, dan bulan lalu menjadi peringatan keras bahwa perancah bambu dan proyek renovasi masih menjadi titik rawan keselamatan.
Asosiasi Hak-Hak Korban Kecelakaan Industri turut menyatakan “keprihatinan mendalam” sebuah frasa lembut yang terasa kurang menggambarkan skala tragedi kali ini.
Hingga kini, otoritas belum memberi penjelasan apa penyebab awal kebakaran. Namun publik tampaknya sudah punya tebakan: jika bukan instalasi kabel yang lelah, mungkin perancah bambu yang dibiarkan terlalu percaya diri.
Sementara petugas pemadam kebakaran terus berjuang dan keluarga menunggu kabar orang yang mereka cintai, satu pertanyaan menggantung di udara seperti asap tebal yang belum sepenuhnya hilang:
Bagaimana sebuah kota yang terkenal dengan kemegahan gedung pencakar langitnya dapat begitu lambat menyelamatkan orang-orang yang tinggal di dalamnya?
Penyelidikan masih berlangsung, tetapi satu hal jelas: kebakaran di Wang Fuk Court bukan sekadar insiden besar tetapi juga alarm keras bahwa keamanan dasar warga dalam gedung bertingkat harus ditinjau ulang.
Dan kali ini, tidak cukup hanya meminta warga “tetap tenang dan menutup jendela.”***











