LAMPUNG — Dugaan aktivitas pembalakan liar di kawasan Pugung Penengahan, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Pesisir Barat, kembali menyeret perhatian publik.
Hutan mulai botak, masyarakat resah, dan pemerintah daerah bergerak setelah ramai diberitakan. Senin (8/12/2025), Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal akhirnya buka suara meski singkat, padat, dan langsung diarahkan ke institusi lain.
“Silakan tanya ke Pak Kapolda. Informasi resmi ada di Polda,” ujar Mirza, seolah menegaskan bahwa bola panas isu illegal logging itu bukan milik Pemprov, tetapi sepenuhnya wewenang kepolisian.
Namun begitu, agar tidak tampak pasif, Mirza memastikan Pemprov Lampung tetap hadir dalam menjaga kelestarian hutan.
Hari itu juga, Dinas Kehutanan menerbitkan surat edaran yang meminta masyarakat tidak menebang pohon besar, bahkan di lahan milik pribadi. Sebuah imbauan yang terdengar baik meski di lapangan, pelaku pembalakan biasanya tidak terlalu peduli pada surat edaran, apalagi jika aroma kayu mahal lebih menggoda.
Mirza menegaskan bahwa reboisasi menjadi perhatian utama Pemprov. Ia mengakui banyak kawasan hutan lindung telah digerogoti, utamanya oleh oknum masyarakat, bukan perusahaan. Pemetaan kerusakan itu, katanya, sudah dilakukan sejak Februari 2025.
Hasilnya, banyak hutan rusak, dan semuanya baru benar-benar disorot ketika publik ribut.
Di sisi lain, Polda Lampung tampak melaju lebih cepat. Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Yuni Iswandari Yuyun, menjelaskan bahwa Kapolda Lampung Irjen Pol Helfi Assegaf turun langsung menggunakan helikopter untuk memantau kondisi hutan Pesisir Utara pada Minggu (7/12/2025).
Jika para penebang liar bisa bebas mondar-mandir dengan chainsaw, maka Kapolda memilih cara yang lebih elegan terbang.
“Pak Kapolda turun didampingi Dirkrimsus dan Dirpolair. Saat ini sudah ada empat orang saksi yang dimintai keterangan: operator, penebang, hingga pengelola,” kata Yuni di Kantor Gubernur Lampung.
Penyelidikan terus berjalan, dan Polda berjanji akan menyampaikan hasilnya secara terbuka kepada publik.
Sementara itu, hutan Lampung hanya bisa berharap prosesnya tidak berhenti di saksi-saksi awal, konferensi pers, atau spanduk imbauan reboisasi. Karena seperti yang diketahui bersama pohon tumbuh lambat, tetapi pembalak liar tak pernah pelan.***













