Opini

Indonesia Tanah Air Siapa?

×

Indonesia Tanah Air Siapa?

Sebarkan artikel ini
foto ilustrasi - net

Perlahan dan terus masif mengalami kemunduran dan keterbelakangan. Negeri ini hanya bisa menampilkan mayoritas distorsi. Dilingkupi kejahatan dan kebiadaban lainnya baik secara kualitas maupun kuantitas. Indonesia seperti sedang mengalami kesengsaraan hidup rakyatnya yang hampir sempurna.

Bukan hanya demokrasi yang mengusung rakyat sebagai pemilik kebebasan dan kedaulatan. Semua yang menjadi hak dan kewajiban rakyat juga mengalami disfungsi. Rakyat tak pernah berhenti sejenak sekalipun dari korban eksploitasi rezim. Setap waktu dipaksa untuk menerima dan pasrah dari pelbagai ‘abuse of power’.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Bukan hanya konstitusi dan pelbagai turunannya yang mengalami rekayasa dan sabotase. Kekuasaan juga membenturkan agama dengan radikalisme dan fundamentalisme negara.

Demi kepentingan materialistik, rezim telah membuat Islam berhadap-hadapan dengan Panca Sila dan UUD 1945. Lewat kamuflase dan manipulasi, kekuasaan rajin menstigma jahat, politik identitas, gerakan membangun demokrasi dan semua kekuatan perubahan lainnya. Rezim telah menciptakan konflik agama dan konflik kebangsaan.

BACA JUGA :  2 Putaran atau Pemilu Ulang?

Beretorika dan menggiring kebijakan negara anti khilafah, populisme Islam dan nilai-nilai moral lainnya. Namun sejatinya rezim pemerintahan ini menjadi budak yang loyal bagi kapitalisme dan komunisme global.

Dengan upaya yang terukur, sistematik dan terorganisir untuk membangun marginalisasi dan deislamsasi. Sesungguhnya pemerintahan mencoba memisahkan negara dengan rakyatnya.

Bukan hanya sekulerisasi dan liberalisasi agama. Kekuasaan juga terang-terangan merampas dan merampok segala milik rakyat yang ada pada negara. “Bumi dan air dan kekakayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Amanat konstitusi sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 33, ayat 3 itu, telah berubah menjadi mitos. Ia hanya mimpi dan utopis di dunia nyata. Kekuasaan juga telah membelenggu suara, pikiran dan tindakan rakyat atas nama kesinambungan jabatan dan menumpuk-numpuk harta.

BACA JUGA :  Didampingi 26 Pengacara, Yusuf Blegur Beri Klarifikasi di Polres Depok

Rakyat tak ubahnya budak di hadapan rezim ini. Terpinggirkan dan terus mengalami diskriminasi politik, ekonomi, hukum dll. Hanya ada kata menurut dan mematuhi peraturan. Diluar itu, akan ada tindakan represif, pemenjaraan dan jika diperlukan menghadirkan kematian.

Rakyat Indonesia memang telah kehilangan negara. Apa yang ada dalam negara dengan segala fasilitas, jaminan hidup dan kelayakan masa depan tak lagi dimiliki rakyat.

Semua potensi kebaikan yang ada dalam negara telah dimiliki asing, aseng dan bromocorah lokal. Konspirasi global bertemu dengan para penjilat dan penghianat bangsa, semakin memastikan ironi negeri.

Korupsi dan tindakan sewenang-wenang telah menjadi habit dan serba permisif bagi para penyelenggara negara dan kongsi bisnisnya.

Semakin renta dan uzur Indonesia menapaki jalan kebangsaan. Republik ini terlalu banyak memakan racun ideologi dunia. Tubuhnya mengidap penyakit kronis dan akut.

BACA JUGA :  Mengendus Bau Amis Komunis

Bahkan untuk nengobatinya, negeri ini tak punya apa-apalagi. Bukan hanya biaya, bahkan keberanian untuk sembuh dan pulihpun tidak ada.

Kekhawatiran dan ketakutan terus menghidupi meski tetap berada diantara hudup dan mati. Hidup dan mati entah secara alami atau entah karena persoalan struktural, karena kekuasaan.

Sudah mayoritas miskin, bodoh dan terbelakang. Indonesia juga terpuruk karena kesakitannya. Tak punya apa-apa lagi sebagai rakyat di negeri ini.

Kemana lagi rakyat harus bertanya dan mengadu. Masih adakah dan kemana rakyat dan pemimpin-pemimpin seperti dulu yang nasionalis, patriotis dan religius?. Termasuk terus membatin sambil mengelus dada, Indonesia Tanah Air Siapa?.***

Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.