Ragam

Ini Deretan Kebijakan Menarik Publik, Dicabut Secara Kilat

×

Ini Deretan Kebijakan Menarik Publik, Dicabut Secara Kilat

Sebarkan artikel ini
Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo

JAKARTA – Surat Telegram Kapolri soal larangan media menampilkan kekerasan aparat bukan satu-satunya kebijakan yang dicabut pemerintah beberapa saat usai diumumkan karena menuai kecaman dan respons miring dari publik.

Sejak awal 2021, sedikitnya ada tiga kebijakan yang dicabut pemerintah, mulai dari izin investigasi minuman keras hingga rencana izin mudik Lebaran 2021. Sementara sejak 2015, dilansir dari CNNIndonesia tercatat sejumlah kebijakan yang menarik publik dicabut secara kilat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Telegram Kapolri

Terbaru, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut surat telegram tentang larangan menampilkan kekerasan aparat di media.

Surat itu berujung kritikan di publik karena dianggap menghalangi kerja media. Belakangan pihak kepolisian mengklarifikasi bahwa surat telegram itu berlaku internal. Namun Kapolri kemudian memutuskan untuk mencabut karena multitafsir.

Investasi Miras

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut peraturan presiden soal izin investasi miras pada 2 Maret 2021 usai diteken pada 2 Februari. Jokowi mengatakan, pencabutan dilakukan setelah pemerintah menerima masukan dari sejumlah ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah.

BACA JUGA :  Kunker di Pasar Cicaheum, Jokowi Janjikan Dua Minggu Lagi Harga Telur Turun

Dalam Perpres Nomor 10 Tahun 202 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal itu, Jokowi semula mengizinkan investasi miras di sejumlah provinsi yakni, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat.

“Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama, MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas serta tokoh-tokoh agama yang lain saya sampaikan lampiran perpres pembukaan investasi baru industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,” ucap Jokowi dalam konferensi pers, Selasa (2/3).

Izin Mudik

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sempat mengumumkan pemerintah tidak akan melarang warga untuk mudik di Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran 2021. Pernyataan itu disampaikan Budi dalam rapat kerja dengan komisi V DPR RI pada 16 Maret lalu.

BACA JUGA :  Jokowi Akui Tak Berminat Jadi Presiden Tiga Periode

Namun, pemerintah kurang dari dua pekan kemudian meralat pernyataan Budi dan resmi kembali melarang mudik 2021.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy menyebut larangan mudik diputuskan menyusul lonjakan kasus kenaikan karena Covid-19.

“Cuti bersama idul fitri satu hari ada, tapi enggak boleh ada aktivitas mudik. Pemberian bansos akan diberikan,” kata Muhadjir di Jakarta, Jumat (26/3).

Kenaikan BBM

Pada 2018, Jokowi mencabut keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.

Pencabutan itu dilakukan tiga hari setelah diumumkan pada 13 Oktober. Jokowi menilai kenaikkan tersebut tak berdampak signifikan pada Pertamina.

“Saya dapat laporan terakhir dari Pertamina, berapa kalau kita naikkan segini, dihutung lagi keuntungan tambahan di Pertamina, tidak signifikan. Sudah saya putuskan Premium batal (naik harga),” kata Jokowi di Istana Bogor, kala itu.

BACA JUGA :  Ketum PKN Sayangkan Pernyataan Guntur Soekarnoputra Soal Jokowi: Lidahnya Lagi 'Keseleo'

Kenaikan Tunjangan Mobil Pejabat

Pada 6 April 2015, Jokowi juga pernah mencabut Perpres Nomor 39 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Perpres itu dicabut sebulan setelah diteken Jokowi pada 23 Maret 2015.

Dalam Perpres itu, Jokowi semula menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp210.890.000. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2010, yakni sebesar Rp 116.650.000 untuk para pejabat.

Mereka yang menerima kenaikan uang muka tersebut adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, hakim agung, hakim konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan anggota Komisi Yudisial.

Dalam sebuah wawancara bersama Jakarta Globe edisi 7 April 2015 tentang pencabutan perpres tersebut Jokowi mengatakan I Don’t Read What I Sign (Saya Tidak Baca Apa yang Saya Tanda Tangani).