TANGGAMUS – Miris! ternyata insentif RT di Kabupaten Tanggamus hanya sebesar Rp50 ribu per bulan.
Hal itu membuat pemerintah pekon mensiasatinya melalui alokasi dana desa dengan berbagai program dengan tujuan bisa menambah penghasilan pengurus RT.
Salah satu contohnya seperti di Pekon Guring, Kecamatan Pematang Sawa, yang mengakali melalui program kebersihan yang bersumber dari dana desa sesuai temuan media ini pada tahun anggaran 2021.
Kondisi yang sama hampir terjadi di seluruh pekon di wilayah Kabupaten Tanggamus, akibat kecilnya insentif yang disediakan pemerintah setempat bagi pengurus RT.
“Insentif RT itu ada, tapi cuma 50 ribu per bulannya, karena ada di Perbup, insentif RT itu dianggarkan dari ADP atau Alokasi Dana Pekon” kata Gustam Sekretaris Inspektorat Kabupaten Tanggamus, pada Rabu 27 Maret 2024.
Hal tersebut disampaikan Gustam saat di konfirmasi Wawai News, terkait anggaran pengelolaan sampah rumah tangga di Pekon Guring, Tanggamus yang diduga tidak jelas peruntukannya.
Menanggapi hal itu, Gustam memaparkan, persoalan anggaran pengelolaan sampah skala rumah tangga di Pekon Guring, Kecamatan Pematang Sawa secara legalitas formal hanya kesalahan administrasi saja.
“Kalau secara legalitas formal itu kesalahannya di administratif, tapi kalau mensreanya itu ga ada, karena ga ada yang dirugikan”papar Gustam.
Gustam menjelaskan, pemerintah pekon mensiasati agar insentif RT bisa mencukupi karena anggaran dari Pemkab untuk insentif RT hanya sebesar Rp50 ribu perbulan sehingga dialokasikan dari dana kebersihan yang bersumber dari dana desa.
“Karena insentif RT itu dianggarkan dari ADP, maka mereka berinisiatif untuk menambah insentif RT itu yang dialokasikan dari dana kebersihan. Itu semua seperti itu se-Kabupaten Tanggamus itu larinya ke situ semua” tandasnya.
Dalam kesempatan itu dia menjelaskan apa yang disampaikan oleh PMD Tanggamus terkait yang terjadi di Pekon Guring sudah membuka semua yang terjadi. Dan memang demikian adanya.
Sebelumnnya, Kepala Pekon Guring, Pematang Sawa, Kabupaten Tanggamus disebut warganya arogan alias ugal-ugalan dalam melaksanakan tatakelola pemerintahan, terutama terkait dalam pengalokasian dana desa alias DD.
Pasalnya, meskipun sudah melalui tahapan musyawarah dalam pengalokasian dana desa. Tapi setiap yang dilaksanakan hanya formalitas. Realisasi tak sesuai dengan apa yang disepakati dalam musyawarah.