KOTA BEKASI – Insiden penoyoran kepala dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bekasi yang melibatkan dua anggota dewan, Ahmadi (Fraksi PKB) dan Arif Rahman Hakim (Fraksi PDIP), memicu sorotan publik.
Meski ada kontak fisik, fakta bahwa peristiwa ini tidak menimbulkan luka serius mestinya menjadi pertimbangan dalam menyikapinya.
Insiden penoyoran kepala antaranggota dewan di ruang rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bekasi, Senin (22/9/2025), mendapat tanggapan dari tokoh pemuda Medan Satria Rosadi alias Roy dengan mengingatkan agar peristiwa ini tidak dibesar-besarkan secara berlebihan.
Menurut Roy, dalam perspektif hukum pidana, pidana adalah ultimum remedium atau jalan terakhir. Dengan demikian, tidak semua tindakan yang bersentuhan dengan ranah pidana harus serta-merta dikriminalisasi, terlebih jika tidak menimbulkan luka fisik maupun kerugian medis yang nyata.
“Peristiwa ini lebih tepat dipahami sebagai ledakan emosi sesaat dalam suasana rapat politik yang panas. Unsur kesengajaan untuk melukai tidak terpenuhi, sehingga belum memenuhi kualifikasi penganiayaan Pasal 351 KUHP,” jelas Roy.
Ia menegaskan, membenarkan sikap ARH tentu tidak berarti membenarkan tindakannya. Namun, penyelesaian terbaik justru lewat jalur etik, musyawarah, dan rekonsiliasi.
“DPRD harus menjadi contoh: keras dalam berdebat, tetapi dewasa dalam menyelesaikan konflik,” tambahnya.
Roy mengingatkan, jika setiap perbedaan pandangan politik di DPRD berakhir di ranah pidana, maka wibawa lembaga perwakilan rakyat justru akan runtuh. Publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap DPRD, yang seharusnya menjadi arena adu gagasan, bukan arena adu fisik.
“Marwah DPRD harus dijaga. Jangan sampai masyarakat menilai perbedaan pandangan soal anggaran diselesaikan dengan cara yang tidak elegan. Bekasi butuh dewan yang solid dan berwibawa, bukan panggung konflik personal,” tegasnya.
Roy menilai, insiden ini bisa menjadi pelajaran penting bagi DPRD Kota Bekasi untuk memperkuat tata tertib sidang, menumbuhkan budaya musyawarah, dan membangun komunikasi politik yang lebih sehat.
“Penyelesaian lewat musyawarah adalah langkah paling elegan. Politik Bekasi harus menunjukkan wajah yang bermartabat, bukan wajah penuh amarah,” ujarnya.
Dengan demikian, ia berharap insiden penoyoran ini dapat segera ditutup dengan jalan kekeluargaan, demi menjaga ketenangan publik serta memastikan fokus DPRD kembali ke persoalan utama: memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Kota Bekasi.***