KOTA BEKASI — Intruksi tegas Wali Kota Bekasi kepada Camat Jatiasih untuk menertibkan bangunan liar di bantaran Kali Cakung, tepatnya di kawasan Legok, ujung Purigading, antara Kelurahan Jatiluhur dan Jatimekar, rupanya hanya berhenti di udara.
Lima bulan berlalu sejak sidak wali kota, bangunan yang disebut-sebut melanggar garis sepadan sungai itu masih berdiri gagah mungkin karena tiangnya lebih kokoh dari komitmen birokrasi.
“Saya prihatin, sampai sekarang belum ada tindakan nyata dari pihak Kecamatan Jatiasih,” ungkap Kang Abel, pemerhati lingkungan dari Adam Hawa Siliwangi, kepada Wawai News, Jumat (10/10/2025).
Padahal tegasnya, intruksi tersebut dikeluarkan langsung oleh Wali Kota Tri Adhianto saat melakukan inspeksi mendadak ke lokasi longsoran di bantaran kali lima bulanan lalu. Bahkan intruksi itu masih bisa dilihat di video IG Wali Kota Bekasi sendiri.
Waktu itu, Tri geram melihat kondisi sungai yang menyempit akibat bangunan liar, bahkan sempat memerintahkan dinas dan kecamatan untuk segera menertibkan.
Namun, seperti pepatah lama, “Perintah di atas gunung, lenyap di lembah.”
Entah hilang diterpa angin, atau nyangkut di meja birokrasi yang lebih sibuk mengatur acara seremonial ketimbang aliran air.
Sebagai pengingat, pada April 2025 lalu, jalan di RT 04 RW 11 Kelurahan Jatiluhur amblas setelah hujan deras mengguyur. Warga sempat terisolasi karena akses jalan terputus.
Wali Kota Tri langsung turun ke lapangan, bahkan sempat menegur keras dinas terkait.
“Jalan ini jebol karena tidak ada saluran air di bawahnya. Air dari kampung atas ngendon di sini, ya akhirnya jalan ambles,” kata Tri saat itu, sembari menunjuk area yang kini kembali dikelilingi bangunan liar.
Sayangnya, yang longsor justru semangat menindak bukan tanahnya lagi.
Kang Abel menilai, jika dibiarkan, bangunan di tepi kali itu bukan hanya menghambat aliran air, tapi juga jadi “bom waktu” saat musim hujan datang.
“Pengabaian terhadap instruksi wali kota bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal kepercayaan publik. Jangan sampai masyarakat lebih percaya dukun hujan daripada aparatnya,” ujarnya sarkastik.
Ia berharap Kecamatan Jatiasih segera “move on dari mode rapat dan laporan” menuju tindakan nyata di lapangan.
“Jangan sampai nanti yang ditertibkan justru ikan-ikan di kali, bukan bangunan liar,” tambahnya sambil tertawa kecil.
Bekasi tidak kekurangan rencana. Yang langka itu eksekusi. Kalimat “akan ditertibkan” sudah jadi kalimat klasik, sama abadi dengan tulisan “Proyek ini dibiayai oleh APBD” di papan proyek yang miring di pinggir jalan.
Bangunan di bantaran kali itu seolah jadi simbol air boleh mengalir ke laut, tapi perintah wali kota bisa nyangkut di selokan birokrasi.
Dan kalau pejabat di tingkat bawah mulai “cuek” dengan arahan pimpinan, jangan salahkan rakyat kalau nanti bilang “Yang longsor bukan cuma tanah, tapi juga wibawa pemerintahnya.”
Kang Abel berharap sungai di kawasan Legok, Jatiluhur, hingga Jatimekar segera ditata dengan benar. Bukan dengan usir sana-sini, tapi dengan keseimbangan antara manusia dan alam.
Sebab, kalau yang dijaga cuma bangunannya, sementara airnya marah nanti bukan cuma tembok yang roboh, tapi juga kepercaya publik yang hanyut.**
https://www.instagram.com/reel/DIIq1BRS1WG/?igsh=MThtYjBnaTNreXIyeQ=