Alasan jumhur ulama:
1. I’tikaf dalam bahasa Arab berarti iqomah (berdiam).
Berdiam di sini bisa jadi dalam waktu lama maupun singkat.
Dalam syari’at tidak ada ketetapan khusus yang membatasi waktu minimal I’tikaf.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “I’tikaf dalam bahasa Arab berarti iqomah (berdiam).
BACA JUGA: Menag Sebut Panduan Ibadah Tak Berlaku di Wilayah Zona Oranye dan Merah
Setiap yang disebut berdiam di masjid dengan niatan mendekatkan diri pada Allah, maka dinamakan i’tikaf, baik dilakukan dalam waktu singkat atau pun lama.
Karena tidak ada dalil dari Al Qur’an maupun As Sunnah yang membatasi waktu minimalnya dengan bilangan tertentu atau menetapkannya dengan waktu tertentu.” Lihat Al Muhalla, 5; 179.
2. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ya’la bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata,
إني لأمكث في المسجد الساعة ، وما أمكث إلا لأعتكف
“Aku pernah berdiam di masjid beberapa saat. Aku tidaklah berdiam selain berniat beri’tikaf.” Demikian menjadi dalil Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 5: 179. Al Hafizh Ibnu Hajr juga menyebutkannya dalam Fathul Bari lantas beliau mendiamkannya.
BACA JUGA: 3 Amalan Ini Sangat Dianjurkan Saat 10 Hari Terakhir Ramadhan
3. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187). Ibnu Hazm berkata, “Allah Ta’ala tidak mengkhususkan jangka waktu tertentu untuk beri’tikaf (dalam ayat ini). Dan Rabbmu tidaklah mungkin lupa.” Lihat Al Muhalla, 5: 180.
Al Mardawi rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).” (Al Inshof, 6: 17)
Namun demikina beda halnya jika i’tikafnya adalah i’tikaf nadzar, maka harus ditunaikan sesuai dengan hari yang ditentukan.
BACA JUGA: Hikayat Turun Perintah Puasa di Bulan Suci Ramadhan
Misalnya, jika ia bernadzar i’tikaf 3 hari 3 malam, maka ia harus menjalaninya tanpa keluar-keluar dari masjid ketika itu.
Contohnya saja dari perbuatan ‘Umar bin Khottob yang bernadzar untuk i’tikaf semalam.
‘Umar berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُنْتُ نَذَرْتُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، قَالَ فَأَوْفِ بِنَذْرِكَ
“Aku dahulu pernah bernadzar di masa Jahiliyah untuk beri’tikaf selama satu malam di masjidil harom.” Beliau pun bersabda, “Tunaikanlah nadzarmu.” (HR. Bukhari no. 2032 dan Muslim no. 1656).
Ibnu Hazm berkata,“Dalil ini adalah umum yaitu perintah untuk menunaikan nadzar berupa i’tikaf. Dan dalil tersebut tidak khusus menerangkan jangka waktu i’tikaf. Sehingga kelirulah yang menyelisihi pendapat kami ini.” (Al Muhalla, 5: 180)
Kesimpulannya jika ada yang bertanya, bolehkah beri’tikaf di akhir-akhir Ramadhan hanya pada malam hari saja karena pagi harinya mesti kerja?
BACA JUGA: 5 Amalan Sunnah di Bulan Ramadhan, Sayang Dilewatkan
Jawabannya, boleh. Karena syarat i’tikaf hanya berdiam walau sekejap, terserah di malam atau di siang hari.
Misalnya sehabis shalat tarawih, seseorang berniat diam di masjid dengan niatan i’tikaf dan kembali pulang ke rumah ketika waktu makan sahur, maka itu dibolehkan.
Silahkan mengamalkan, dan tanya ke benarnya ke ustaz yang dianggap guru agar lebih yakin dan mantap dalam beritikaf. ***