KOTA BANDUNG — Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menunjukkan keseriusannya dalam memastikan hak setiap anak atas pendidikan dengan menerbitkan kebijakan strategis untuk menekan angka anak putus sekolah, khususnya pada jenjang pendidikan menengah.
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 jo. Nomor 421.3/Kep.346-Disdik/2025, yang memuat Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS). Inisiatif tersebut menegaskan tanggung jawab pemerintah daerah dalam menjamin pendidikan bagi setiap warga negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Pemerintah daerah wajib memastikan tidak ada anak usia sekolah yang tertinggal dari akses pendidikan, baik karena faktor ekonomi, bencana, maupun hambatan sosial lainnya,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Purwanto, di Kantor Disdik Jabar, Kamis (7/8/2025).
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, angka anak putus sekolah di Jabar untuk jenjang SMA/SMK periode 2023–2025 mencapai 66.385 siswa, sementara jumlah lulusan SMP yang tidak melanjutkan sekolah mencapai 133.258 siswa, sehingga total anak usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikan tercatat sebanyak 199.643 peserta didik.
Tahun 2025, Jabar mencatat jumlah lulusan SMP/MTs/sederajat mencapai 834.734 siswa, namun hanya 564.035 di antaranya yang mendaftar ke SMA/SMK negeri. Dengan keterbatasan daya tampung sekolah negeri yang hanya mampu menampung 306.345 peserta didik, maka sebanyak 270.699 siswa tidak mendaftar, dan 257.690 calon peserta didik tidak tertampung.
Purwanto menjelaskan, untuk mengantisipasi lonjakan siswa tak tertampung, Pemda Jabar mengeluarkan kebijakan PAPS yang mengizinkan penambahan jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) hingga 50 peserta didik, dengan total tambahan daya tampung sebanyak 113.126 siswa.
Namun, realisasinya menunjukkan hanya 46.233 peserta didik yang diterima melalui skema PAPS. Dengan penerimaan reguler SPMB sebanyak 306.345 peserta didik, total siswa yang diterima menjadi 352.578, masih menyisakan 461.348 peserta didik yang diarahkan untuk menempuh pendidikan di sekolah swasta, MA, dan SKB/PKBM.
“Kebijakan ini berbasis data dan prinsip keadilan. Sekolah swasta tetap menjadi bagian dari solusi pendidikan di Jabar, bukan dikesampingkan,” tegas Purwanto.
Ia juga menyampaikan bahwa hanya 17 sekolah negeri yang menerapkan penambahan maksimal per rombel terdiri dari 16 SMA dan 1 SMK.
Terkait kekhawatiran dari sejumlah pengelola sekolah swasta seperti Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Jabar, yang menganggap kebijakan ini berpotensi membuat sekolah swasta kekurangan murid, Disdik Jabar menegaskan keterbukaan terhadap dialog konstruktif dan komitmen mendukung eksistensi sekolah swasta melalui skema bantuan pendidikan.
“Kami tetap memberikan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) kepada SMA/SMK/SLB swasta dan akan melakukan pengawasan ketat untuk memastikan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas penggunaan anggaran tersebut,” jelas Purwanto.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya membentuk generasi Panca Waluya generasi muda Jawa Barat yang berkarakter kuat, berpendidikan, dan tangguh menghadapi masa depan.***