TANGGAMUS – Jalan Lintas Barat (Jalinbar) dari Pugung hingga Sedayu, Kabupaten Tanggamus, Lampung, kembali jadi bahan lelucon sekaligus keluhan serius masyarakat. Bukan karena jalannya mulus, melainkan karena tambal-sulam ala kadarnya yang setiap tahun seperti ritual wajib, digali, ditambal, rusak lagi, dan kembali ditambal. Bedanya, kalau puzzle makin lama makin rapi, tapi jalan ini justru makin amburadul.
Keluhan masyarakat pun sudah menumpuk seperti lubang-lubang di jalan bekas galian kontraktor. Pengendara motor yang saban hari lewat jalur ini mengaku frustrasi, terkadang terperosok ke lubang dan nyaris patah shock bahkan terjatuh.
“Setiap tahun ceritanya sama, tambal, rusak, tambal, rusak. Kalau gini terus, kapan jalannya benar-benar bagus? Kami pengendara motor udah hafal lubangnya, tapi kendaraan ga bisa diajak kompromi,” geram seorang pengendara yang sempat kaget lantaran motornya masuk lubang dengan nada jengkel.
Pengendara yang lain pun demikian. Lubang yang menganga bak jebakan Batman membuat mereka harus waspada 24 jam, apalagi saat malam hari ditambah lagi digenangi air jika waktu musim penghujan.
“Kalau hujan, lubangnya kayak kolam renang mini. Malam hari lebih ngeri, pernah hampir jatuh karena ban depan kejeblos. Untung ga jadi headline berita, cuma jadi korban mental,” ujar seorang pengendara sambil nyengir pahit.
Sementara, Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) Tanggamus, Yuliar Baro, menyebut perbaikan yang dilakukan hanyalah “sandiwara proyek tahunan” tanpa kualitas, makin rusak, bikin macet bahkan pengendara motor banyak yang celaka.
“Masa iya tiap tahun rusaknya di titik yang sama? Itu artinya tambalannya ga ada kualitas. Hari ini ditutup, besok sudah bolong lagi. Jadi kayak main monopoli aja, giliran jalan, bayar, tambal lagi,” sindir Yuliar pedas, pada Selasa (9/9/2025).
LPKNI Tanggamus menuding proyek tambal sulam ini tak sesuai standar. Aspal cepat mengelupas, tambalan tipis, dan alat pemadat seperti mainan anak-anak.
“Kami curiga material murahan, aspalnya kayak tepung gorengan yang gampang rontok. Anggaran negara jangan dipakai main-main. Ini soal nyawa, bukan sekadar catwalk jalanan,” tegas Yuliar.
Ironisnya, hasil peninjauan lapangan LPKNI menemukan tambalan jalan rapuh, aspal tipis, bahkan tanpa rambu-rambu proyek.
“Kalau ini dibiarkan, jelas proyek abal-abal. Kepala UPTD V Dinas BMBK Lampung harus buka suara. Jangan hanya aspal yang panas, tapi hati masyarakat juga ikut panas,” sindirnya lagi.
LPKNI mengancam akan melayangkan surat resmi, dan bila diabaikan, aksi damai bersama masyarakat akan digelar di kantor Dinas BMBK Provinsi Lampung.
Yuliar menegaskan, jalan poros Pugung hingga Sedayu bukan sekadar jalan kampung, tapi urat nadi transportasi ekonomi, jalan penghubung antar kabupaten.
“Cukup sudah tambal sulam rasa mainan. Jangan tunggu ada korban baru pemerintah turun tangan,” pungkas Yuliar dengan nada geram.
Jalan nasional, tapi rasa tambalan. Jalan strategis, tapi eksekusinya komedi tragis. Kalau begini terus, mungkin satu-satunya yang konsisten dari proyek ini hanyalah… bolongnya. ***







