Scroll untuk baca artikel
Budaya

Jejak Mistis Kayu Manis: Kisah Pengalaman Eni Wartuti dan Warisan Spiritual dari Nusantara hingga Korea

×

Jejak Mistis Kayu Manis: Kisah Pengalaman Eni Wartuti dan Warisan Spiritual dari Nusantara hingga Korea

Sebarkan artikel ini
Eni Wartuti saat foto diantar hamparan kayu manis di wilayah penhasil yakni Kerinci, Jambi dalam berkunjung ke petani langsung baru baru ini - foto doc

WAWAINEWS.ID – Kayu manis, bagi sebagian orang, hanyalah rempah manis penghangat tubuh dan pelengkap aroma di dapur. Namun bagi Eni Wartuti, pemilik brand Gandasari yang telah bertahun-tahun bergelut dengan rempah Nusantara, kayu manis menyimpan cerita-cerita lintas budaya yang mengejutkan, hangat, sekaligus sedikit mistis.

Pengalaman Eni membuktikan bahwa rempah satu ini ternyata mampu menjembatani persahabatan, tradisi, hingga keyakinan spiritual dari Indonesia sampai Korea Selatan.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Hadiah Kayu Manis 25 Tahun untuk CEO Korea

Kisahnya bermula ketika Eni rutin bertukar hadiah dengan seorang kolega dari Korea Selatan, seorang CEO perusahaan probiotik. Setiap kali berkunjung ke Indonesia, sang CEO selalu membawa buah tangan unik termasuk tusuk konde sebagai penghormatan Hari Ibu, sebuah tradisi istimewa dalam budaya Korea.

Sebagai balasan, Eni biasanya memberikan kopi terbaik Nusantara: kopi luwak, kopi Kerinci, kopi robusta pilihan. Sampai suatu hari, ia kehabisan ide.

BACA JUGA :  Sjachroedin ZP, Silaturahmi Bersama Pensiunan ASN di Lampung

“Saya bingung harus kasih apa lagi. Kopi sudah berkali-kali,” ujar Eni sambil tertawa.

Hingga akhirnya ia ingat satu benda istimewa di koleksinya: batang kayu manis sepanjang 70 cm, berusia 25 tahun, yang tumbuh sebagai tanaman penaung kopi di Kerinci.

Saat Eni menyerahkan hadiah itu, respons sang CEO jauh dari dugaan.

“Dia senang sekali sampai jingkrak-jingkrak,” tutur Eni, “katanya kayu manis tua seperti itu sangat langka di Korea dan biasa dipakai untuk terapi ketenangan sebelum tidur.”

Sang CEO percaya bahwa aroma alami kayu manis dapat membantu insomnia, menetralkan energi negatif, dan bahkan konon katanya memperpanjang umur. Keyakinan itu berasal dari praktik tradisional Korea yang memanfaatkan aroma rempah untuk terapi tidur dan keseimbangan energi.

Jejak Kayu Manis dalam Tradisi Dunia

Pengalaman Eni ini ternyata sejalan dengan kepercayaan berbagai budaya yang memandang kayu manis sebagai rempah bergengsi dengan “daya supranatural”.

Mesir Kuno

Kayu manis digunakan dalam dupa ritual, persembahan kuil, dan proses mumifikasi. Aromanya dipandang sebagai simbol keabadian jika zaman sekarang dianggap anti-aging, mungkin sudah jadi skincare premium.

BACA JUGA :  Enteng Tanamal Rayakan 81 Tahun dengan Buku: Musik Boleh Tua, Tapi Hak Cipta Harus Tetap Muda!

radisi Asia

Kayu manis dikategorikan sebagai energi Yang panas, aktif, pembawa keberuntungan, dan pengusir energi buruk. Cocok untuk rumah… atau hati yang lagi sumpek.

Voudou & Hoodoo

Dalam praktik ritual di Karibia dan Amerika, kayu manis dianggap ampuh menarik uang, memancing kesuksesan, dan menyalakan kembali hasrat cinta. Semua paket lengkap dalam satu rempah.

Ritual Kayu Manis yang Terus Hidup

Dunia modern mungkin berubah, tapi ritual kayu manis tetap bertahan bahkan viral di era digital.

Ritual Tiup Kayu Manis Awal Bulan

Dilakukan pada tanggal 1 setiap bulan:

  1. Ambil sejumput kayu manis.
  2. Berdiri di pintu rumah, menghadap ke dalam.
  3. Ucapkan niat baik.
  4. Tiup bubuk tersebut ke dalam ruangan.

Konon bubuk yang masuk membawa energi rezeki. Dan jika Anda bersin sesudahnya, itu tandanya… Anda meniup terlalu kencang.

Perlindungan Rumah

  • Batang kayu manis di pintu masuk dipercaya sebagai batas energi positif.
  • Dupa kayu manis digunakan untuk membersihkan aura.
  • Air rebusan kayu manis dalam mandi diyakini mampu memulihkan energi diri.
BACA JUGA :  Pemprov Siap Fasilitasi Generasi Muda Dalam Ekplor Budaya Lampung

Refleksi Eni: Rempah, Budaya, dan Doa yang Tak Pernah Hilang

Sebagai pegiat hasil bumi, Eni menyaksikan bagaimana kayu manis diterima bukan hanya sebagai komoditas, tetapi sebagai simbol harapan.

“Rempah itu bukan sekadar barang dagangan. Ia membawa cerita leluhur, doa-doa dari masa lalu, dan keyakinan yang membuat orang merasa lebih tenang,” ujarnya.

Pengalaman memberikan sebatang kayu manis tua pada seorang sahabat Korea membuka matanya bahwa rempah Nusantara tak hanya disukai karena rasa dan aromanya tetapi karena energi spiritual dan nilai budaya yang menyertainya.

Dan mungkin, di dunia yang serba cepat ini, kehadiran sebatang kayu manis tua di samping tempat tidur adalah pengingat lembut bahwa manusia masih butuh sesuatu yang sederhana tapi bermakna.

Seperti kayu manis: hangat, manis, dan penuh cerita lintas zaman.***