Scroll untuk baca artikel
Budaya

Jejak Peradaban Negeri Ider Budi di Desa Gunung Sugih Besar

×

Jejak Peradaban Negeri Ider Budi di Desa Gunung Sugih Besar

Sebarkan artikel ini
Batu Penamparan dipercaya jadi satu sejarah negeri ider budi di desa Gunung Sugih Besar
Batu Penamparan sisa peradaban masa lampau yang masih ada di Desa Gunung Sugih Besar,

Tetapi diceritakan bahwa ajaran agama baru itu, tidak mendapat respon positif dari Datuk Binjai yang dianggap sebagai Pimpinan di Negeri Ider Budi. Datuk Binjai dikisahkan memiliki kesaktian luar biasa itu, jika ia menekan jari tangan ke batu maka bekas lima jari akan tertinggal di Batu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

BACA JUGA : Desa Induk Gunung Sugih Besar Masih Susah Sinyal Internet, Padahal Bukan Desa Terluar

Saat ini beberapa batu yang dipercaya bekas tangan Datuk Binjai masih ada di Tiyuh Toho dikenal sebagai batu penamparan. Sisi lainnya ada Batu Peminum, tak kalah unik, batu yang bolong mampu menampung air. Biar dimusim kemarau sekalipun konon batu itu tetap berisi air.

Tuan Rajo Belunguh tidak sia-sia, sebagian warga Negeri Ider Budi ketika itu akhirnya menerima dan memeluk Islam. Kondisi itu membuat Datuk Binjai akhirnya mengasingkan diri dari masyarakatnya. Ia pergi ke suatu tempat di wilayah Lebung Pengubuan, sekarang daerah tersebut dikenal Kertosari masuk wilayah administrasi Lampung Selatan.

BACA JUGA :  Katar Sekampung Udik Dukung Langkah Kades GSB Laporkan Akun FB Diduga Sebar Fitnah ke Polisi

Cerita lainnya, juga berkembang bahwa mereka yang tidak mau memeluk agama islam memilih ‘mokso’ suatu kepercayaan yang menghilangkan diri. Tapi mereka tetap menghuni negeri ider budi namun tidak terlihat oleh manusia biasa.

Lokasi yang dipercaya dulunya sebagai tempat punden

Tak heran dulu hingga era tahun 70-an, katanya jika melintasi Negeri Ider Budi, banyak orang seperti ngobrol, ataupun ada bunyi khas seperti tarian. Bahkan ada orang sakti zaman dulu bisa meminjam pernak pernik dari Negeri Ider Budi. Tapi itu cerita tutur zaman dulu.

Versi lainnya melihat kondisi banyak pengikutnya termasuk Anaknya Tuan Tsigaret dan cucunya Tuan Sayih memeluk agama Islam, membuat Datuk Binjai mengasingkan diri ke suatu tempat yang bernama Lebung Pengubuan, sekarang daerah Kertosari, Lampung Selatan. Sementara Negeri Ider Budi dipimpin oleh Ketanggai Bidang tidak lain adalah ajudannya ketika itu yang juga masuk Islam.

BACA JUGA :  Polisi Diminta Tangkap Pelaku Tewaskan Pelajar di Sindangsari

BACA JUGA : Sejarah Paksi Buay Nyerupa

Pada masa itu oleh Ketanggai Bidang maka warga yang menganut agama Islam diajak pindah ke suatu tempat yang bernama Ketanggai Nyapah, yaitu daerah rendah sekitar aliran Way Sekampung. Lokasi Ketanggai Nyapah sekarang menjadi wilayah Dusun III Sugih Harapan.

dan orang yang masuk islam pertama kali di Ketanggai nyapah adalah Tuan Sigarit, kemudian puanan Balak, yang akhirnya menikahi putri Tuan Sigarit.

Masih mengutif dari Tulisan Almarhum PN Jayo Kesumo, disebutkan Negeri Ketanggai Nyapah, yang tidak jauh dari aliran Way Sekampung, tersebut dipimpin oleh Tuan Tsigarit, Tuan Rajo Belunguh dan Puanan Balak.

BACA JUGA : Sejarah Kedatangan Suku Bali di Lampung

Kondisi Tiyuh Ketanggai Nyapah sendiri, merupakan daerah rendah kerap terjadi banjir. Atas prakarsa ketiga pemimpin tersebut akhirnya Negeri Ketanggai Nyapah dipindahkan ke daerah lebih tinggi. Tujuannya tak lain agar tidak lagi terdampak banjir ketika debet Way Sekampung meningkat.

BACA JUGA :  Buku Rempang, Antologi Pantun Penyair Asean Tentang 'Pulau Luka Puak Melayu'

Perpindahan Negeri Ketanggai Nyapah dipilih di sekitar Dusun I atau dusun Induk desa itu dengan nama desa Gunung Sugih Besar. Nama Gunung Sugih Besar itu sendiri konon di berikan oleh tiga bersaudara hasil amalannya. Gunung adalah nama dari Tuan Sigarit, Sugih Nama dari Puanan Balak, dan Besar nama yang diberikan oleh Tuan Sayih, nama tersebut memiliki makna pengetahuan berkecukupan yang kuat.

BACA JUGA : Mengetahui Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW

Pemberian nama itu sendiri dalam tulisan dijelaskan terjadi pada tahun 1100 Masehi. Sampai saat ini seluruh peninggalan sejarah masih terawat dengan baik oleh ahli warisnya.

Catatan ini merupakan sejarah, tutur dipercayai kebenarannya oleh warga setempat. penulisan tidak mencari benar salah, hanya menukil dari catatan orang tua terdahulu.

Catatan Budaya Redaksi Wawai News, dengan mengambil cerita tutur dan tertulis