BEKASI – Andi Iswanto Salim, mengklaim jika dirinya sudah membeli kantor DPD Partai Golkar yang berlokasi di RT.04/RW.03, Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat sejak tahun 2004.
Hal tersebut menjawab polimik terkait kepemilikan kantor Partai Golkar Kota Bekasi, yang awalnya sudah diiklankan di situs jual beli online OLX, oleh pihak tertentu.
“Dari tahun 2004 kita sudah beli gedung tersebut dan sudah dilakukan transaksi jual-belinya lewat notaris. Lalu kemudian kita bayarkan sesuai tahapan-tahapan yang perjanjikan,” papar Andi Salim, Jum’at (7/1).
Dikatakan tahapan pertama, pembayaran sebesar Rp 600 juta ditahun 2004. tahun tersebut dia mensimulasikan bahwa nilai tersebut bisa buat beli dua ruko di Jalan Ahmad Yani. Tahapan kedua dibayar lagi sebesar Rp 1,5 Milyar dan itupun sudah diberikan. Sehingga dia mengklaim sudah 5-6 Ruko yang terkumpul disana.
Hingga tahapan ketiga, yakni tiga bulan kemudian ada klausul disitu pihak yang mengaku pemilik gedung tersebut harus menyerahkan fisiknya dimana dirinya harus melunasin sisa kekurangannya.
“Sisa sebesar Rp 900 juta dan itu sudah kita sepakati untuk kita bayarkan pada saat penyerahan fisik gedung ke kita. Tapi dia tidak menyerahin.
Menurutnya, setelah dikejar namanya orang politik putar kiri putar kanan putar, putar, putar terus sampai pening ujug-ujug singkat katanya Rp 2,1 Milyar kita ditangan dia gedung dia yang pake pajak kita yang bayar,” terang Andi Salim.
Makanya kita bilang sama mereka, sambung Andi Salim, merekakan mengatasnamakan Tokoh/Sesepuh Partai Golkar, aku ngomong atas diriku, selama tahun 2004 sampai dengan saat ini tahun 2020 saya sudah bayarkan Milyaran gedung dia yang pakai pajaknya saya yang bayar.
“Saya ini boro-boro diakui, kader bukan, pengurus DPD bukan, dianggap sahabat enggak, orang teman aja gak dianggap. Kok bisa bilang begitu bang? Karena baru-baru ini baru ada omongan, kau sahabat kami, kau teman kami.
Kalau mereka benar menganggap sabahat, saat saya lagi susah tahun 2010, tahun 2012 dia (Pepen) gugat saya. Gue lagi susah-susahnya dia ngegugat.
Gak ada ceritanya seorang sahabat disaat sahabatnya lagi susah dia malah membenyekkan kita kedalam. Dia menggugat, ingin membatalkan perjanjian jual-beli di tahun 2004 yang pernah kita sepakati dulu,” ungkap Andi Salim dengan nada kesal.
Andi Salim menjelaskan, ketika perjalanan proses persidangan, begitu masuk tahap pembuktian, mereka lihat bukti-bukti kita kuat, melihat bukti-bukti kwitansi pengeluaran uang yang begitu banyak, buat si A, si B, si C, si D, si E, si F kan gitu, mereka gak yakin mereka bisa menang lalu mereka menggiring kita berdamai saja. Udah dia yang gugat dia pula lagi yang minta damai.
“Sekarang ini kalau mau berdamai saya gak mau sebatas hanya di mulut, kalau mau ditulis di atas hitam putih dan di Pengadilan. Masalah sisa anggaran, karena sudah dikasbon-kasbon kurang lebih tersisa Rp 600 juta-an.
Mereka bilang ini gak cukup, oke kalau gak cukup gapapa nanti ku tambahankan, tapi kapan kalian mau menyerahkan fisik gedung? Begini bang, kami akan bayar abang balik.
Kami akan kembalikan uang sudah yang sudah abang keluarkan, oke gapapa, boleh. Karena saya lagi susah waktu itu, oke lu bayar dah sekian. Kotat sepakatilah dia akan membayar saya karena opsi pertama dia ingin tetap menguasai,” ungkap Andi Salim.
Naifnya mereka menantang saya, kata Andi Salim, dia bilang saya bayar bang 1 persen perhari kalau telat bayar kembali. Pada tanggal dan bulannya demi kepastian hukum saya tanya mana buktinya, tidak juga ada respon. Jelas dong batas-batasnya saya, saya layangkan Somasi DPD Golkar saat itu kalau gak salah tahun 2015.
Diam-diam ternyata dia bikin lagi gugatan yang kedua. Didepan hakim saya pertanyakan, yang Mulia kwalitas seorang Penggugat itu seperti apa, serius apa mempermainkan Hukum? Kok bisa putusan yang namanya sudah ingkrah digugat lagi. Sampai ke MA pun gak bakal menang kau Nofal.
“Gugatan kedua mereka pun ternyata juga kalah. Orang putusan sidang pertama yang sudah ingkrah tadi mereka ingin membatalkan. Ada lagi gugatan ketiga, mereka banding yang ternyata kalah juga. Ketika sudah kalah dan putusan ingkrah dari Pengadilan sekarang giliran saya dong.
Nahh pada Pilkada kemarin saya ingin bergerak mereka datang. Karena saya melihat sebuah kepentingan yang lebih besar, saya mengalah. Saya harus berpikir lebih besar saat itu.
Saya mengalah dengan permintaan mereka yang secara lisan waktu itu. Karena kalau saya buatkan permintaan eksekusi mereka bisa berdampak diskualifikasi karena alamat yang didaftarkan ke KPU alamatnya harus alamat DPD Golkar,” terang Andi Salim.
Setelah menang, mereka meminta kami sampai putusan KPU. Saya tunggu lagi sekitar 6-8 bulan, selesai itu saya diloby lagi untuk selesai Pelantikan Kepala Daerah. Kutunggulah sampai pelantikan 2018 kemarin, ngalah lagi awak.
“Ujung-ujungnya mereka bilang sudahlah kalau mau di jual di jual berapa? Saya kira mereka yang mau beli. Ya sudah, kau bayar aku sekian, bayarnya pun gak usah pakai duit, tinggal diatur aja pakai kerjaan. Ternyata omong kosong semua. Jadi sampaikan ke teman-teman Golkar, aku yang sudah berbaik hati tapi inilah balasanku. Nah, Somasi kami nanti yang ketiga rencananya Minggu depan,” tegas Andi Salim.
Belum lama ini muncullah lagi tokoh Golkar, muter-muter, muter-muter muncullah ide kalau mereka minta menjual secara bersama-sama.
“Ku bilang bagaimana mau menjual bersama, mereka saja tidak layak dikategorikan pemilik. Secara hukum, itu DPD Golkar Kota Bekasi sudah lagi bukan milik dia.
Ternyata sertifikat yang diberikan ke saya itu bukan atas nama DPD Golkar, bukan juga atas nama Rahmat Effendi. Kalau aku tidak berpikir panjang, aku serang balik karena mereka sudah nipu aku, aku laporkan ke Mabes Polri. Kalian mengambil uang, menjual Gedung, bukan milik kalian. Sudah bukan milik kalianpun sekarang masih ingin kalian kuasai pula,” pungkasnya.
Andi Salim pun berharap agar pihak DPD Golkar fair dan konsekwen lah, sebab sudah 15 tahun mereka tetap kuasai gedung yang sudah mereka jual.
“Saya harap bisa segera selesai permasalahan ini,” imbuhnya. (Nugie)