BOGOR — Jalan Transyogi, Cileungsi, mendadak berubah dari jalur padat kendaraan menjadi arena laga bak film action low budget pada Rabu (19/11/2025) malam. Tiga anggota ormas bersimbah darah, seorang pedagang pecel lele naik pitam, dan sebuah kapak menjadi pemeran utama yang tidak pernah mendaftar audisi.
Namun tragedi ini bukan sekadar drama premanisme jalanan. Ia adalah potret buram bagaimana konflik UMKM dapat berubah menjadi pertumpahan darah ketika gangguan kecil dibiarkan menjadi gunung berapi.
Kapolsek Cileungsi, Kompol Edison, membenarkan insiden brutal tersebut terjadi sekitar pukul 20.30 WIB.
“Ini bukan pemalakan. Ini murni konflik persaingan usaha,” tegasnya.
Pelaku, WH, adalah pedagang pecel lele yang selama ini memilih diam ketika lapaknya diganggu. Korban utamanya, US, pedagang kopi yang juga anggota ormas, berdagang di sebelahnya. Namun rupanya, US tidak hanya menjual kopi ia juga diduga rutin menghidangkan teror harian kepada tetangganya.
“Korban mengganggu pembeli, memutus tali tenda, mematahkan bambu, bahkan pernah memasukkan ayam ke gerobak pelaku,” ungkap Edison.
Malam kejadian, US disebut sedang mabuk dan berjalan bak jagoan yang baru selesai sparring imajiner.
WH yang sabarnya sudah terkuras hingga tetes terakhir melihat momen itu sebagai final chapter dari drama panjang yang harus diakhiri.
Tanpa diskon, tanpa negosiasi, tanpa jeda iklan:
WH mengambil kapak.
Keponakannya ikut serta.
Dan Cileungsi mendapat babak baru dalam sejarah konflik UMKM.
“Pelaku langsung menghajar dengan kapak ke arah kepala korban dan dua rekannya yang hendak menolong,” jelas Edison.
Tiga anggota ormas tumbang, semuanya harus dilarikan ke RSUD Cileungsi.
“Ini bukan kasus pemerasan, tapi perselisihan antara pedagang pecel lele dan pedagang kopi yang anggota ormas,” tegas Edison.
Meski begitu, skalanya sudah meningkat menjadi tindak pidana berat. Polisi kini mendalami kronologi lengkap, termasuk penggunaan senjata tajam dan dugaan rangkaian intimidasi sebelumnya.***











